Imlek Saat Pandemi, Penjual Bunga Sepi Pembeli
Foto: Lapak pedagang bunga di sekitaran Vihara Dharma Bhakti, Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat. Dokumen/LPM Progress
LPM Progress — Dampak pandemi Covid-19 telah menyusup ke dalam setiap aspek kehidupan elemen masyarakat, termasuk aspek ekonomi.
Hal ini dirasakan langsung oleh Solihin, warga asal Sukabumi, Jawa Barat. Solihin adalah pedagang bunga di sekitaran Vihara Dharma Bhakti, Glodok, Jakarta Barat.
Saat perayaan tahun baru China, bunga menjadi salah satu hal terpenting. Bagi masyarakat Tionghoa, bunga hias bukan sekedar difungsikan sebagai hiasan atau dekorasi rumah saat tahun baru Imlek, melainkan sebagai wujud doa dan harapan serta tekad agar terus berlaku baik dalam tiap tangkai yang dibeli.
Setiap tahunnya, Solihin biasa menjual bunga tepat dua hari sebelum perayaan Imlek berlangsung bersama dengan dua orang asal Sukabumi lainnya yang membantunya berdagang. Ia mengaku sudah berdagang bunga sejak 10 tahun terakhir dan baru kali ini merasakan penurunan jumlah pendapatan yang sangat drastis karena pandemi Covid-19.
“Tahun kemaren masih mendingan, sekarang mah payah,” ucap Solihin, Kamis (11/02).
Solihin yang biasanya menjual kurang lebih 100-200 tangkai bunga per hari dan 5000 tangkai selama 2 hari saat sebelum pandemi, sekarang hanya bisa menjual 50 tangkai per hari dan 600 tangkai selama 2 hari.
“Kalau penghasilan juga (turun) jauh. Dulu, kan kembang masih murah dan penjualannya juga meningkat, kalau sekarang, kembang mahal, (jadi) makin susah (penjualannya) juga karena sepi,” imbuh Solihin, Kamis (11/02).
Penjualan bunga juga dipengaruhi oleh jam operasional yang dipangkas karena diberlakukannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Lapak bunga milik Solihin yang biasanya dibuka selama dua hari dua malam penuh sebelum tahun baru Imlek, kini hanya dapat dibuka dari pukul 06.00 WIB hingga pukul 22.00 WIB.
Penulis: Chevalinia Indah Marsella
Editor: Putri Rizki Ramadhani