Entong Gendut : Sosok Pejuang Betawi yang Tak Luput Membela Kaum Tani

Entong Gendut : Sosok Pejuang Betawi yang Tak Luput Membela Kaum Tani

Ket.Gambar: Ilustrasi H. Entong Gendut (Sumber: Tim Konten LPM Progress).

 

LPM ProgressDi antara pendekar Betawi, salah satu nama yang sering terdengar di kalangan masyarakat Indonesia adalah si Pitung. Selain si Pitung, warga di tanah Betawi juga mempunyai sosok pendekar lain, yaitu Entong Gendut, seorang pejuang Betawi yang menentang pemeritah Hindia Belanda pada tahun 1916. Entong Gendut merupakan sosok yang terkenal di kalangan masyarakat Betawi kala itu, beliau adalah pahlawan bagi para warga Condet, Jakarta Timur. Ia juga dikenal sebagai pahlawan kaum tani karena mati-matian memperjuangkan nasib dan hak mereka.

Saat Tim Progress berusaha mencari tahu siapa sosok Entong Gendut, Tim Progress pun menjumpai Reyhan Biadillah selaku Pegiat Sejarah. Ia mengatakan bahwa sosok Entong Gendut bukan hanya legenda belaka, karena keberadaannya tercatat di dalam arsip-arsip kolonial.

"Entong Gendut ini ada dalam sejarah, keberadaannya tercatat dalam arsip-arsip kolonial," ujar Reyhan (21/09).

Reyhan juga mengatakan bahwa pada masa tersebut masyarakat Condet sebagian besar bekerja sebagai petani. Mereka hidup dalam tekanan pihak Belanda dan para tuan tanah Inggris yang bermarkas di Kampung Gedong, Pasar Rebo, dan Kramat Jati. Pemerintah kolonial Belanda melakukan sistem open door policy sebagai upaya memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk membeli tanah masyarakat di daerah Hindia Belanda yang disebut dengan hak tanah partikelir.

Pada masa tersebut, seluruh tanah yang berada di daerah Condet bahkan sampai Tanjung Timur dan Tanjung Barat dikuasai oleh tuan tanah, karena daerah tersebut memiliki tanah yang subur disebabkan letaknya berada di daerah Delta sungai Ciliwung. Karena tanah rakyat dikuasai oleh pihak Belanda dan para tuan tanah Inggris, rakyat diwajibkan untuk membayar pajak tanah dengan harga yang tinggi sebesar 25 sen dan harus dibayar setiap minggunya. Apabila ada penduduk yang belum membayar pajak tanah tersebut, maka mereka akan dihukum kerja paksa.

Melihat kolonial Belanda dan para tuan tanah berlaku semena-mena terhadap penduduk, timbulah amarah dalam diri Entong Gendut. Ia memutuskan untuk membuat gerakan dengan mengumpulkan masyarakat Condet terutama para petani yang banyaknya sekitar 100 orang, sebagai upaya membangun kesadaran kaumnya yang tertindas. Ia kemudian meminta untuk melakukan perlawanan atas ketidakadilan yang mereka terima.

"Entong gendut ini melawan karena tuan tanah ini (Inggris) hendak mengambil tanah masyarakat untuk dijadikan perkebunan atau pertanian dengan cara paksa,” tambah Reyhan.

Hal itu dilakukan bukan tanpa sebab, melainkan Entong Gendut dan para petani sudah melakukan pembelaan atas perlakuan semena-mena terhadap penduduk secara formal, dengan artian kaum petani sudah melakukan protes ke tuan tanah langsung hingga pemerintah, namun tidak ditanggapi. Oleh karena itu mereka melakukan perlawanan.

Akibat perlawanan tersebut, bentrokan pun tak terhindarkan, gerakan  Entong Gendut memuncak dengan aksi nyata yang lebih berani dengan senjata seadanya. Pada perlawanan awal terjadi dalam pesta meriah seorang tuan Eropa dan pasukan Entong Gendut berhasil merebut senjata pistol. Perlawanan tersebut dilakukan di daerah yang berada di dekat Kampung Makassar, karena pusat gerakan bukan di daerah Condet, melainkan di Villa Nova yang sekarang telah menjadi Pusat Pendidikan Kesehatan (Pusdikkes) yang terletak di sebelah pasar Keramat Jati.

Sebagai bentuk perlawanan, Entong Gendut dan pasukannya pergi ke Villa Nova untuk merusaknya, akan tetapi mereka diminta untuk menyerah oleh pejabat kolonial. Namun, mereka tidak menyetujui hal tersebut dan pada akhirnya pejabat kolonial datang kembali di hari berikutnya dengan senjata yang lebih lengkap. Karena tetap melakukan perlawanan dan hanya memiliki senjata seadanya, juga bekal ilmu saktinya lemah, dengan senjata pistol milik Belanda Entong Gendut beserta pengikutnya dikepung dan berguguran karena ditembak.

Setelah kejadian tersebut, tidak ada satupun yang tahu di mana tempat Entong Gendut dimakamkan, bahkan hingga saat ini masyarakat Condet aslipun tidak mengetahui di mana letak pemakamannya berada.

"Kalau letak pemakaman Entong Gendut, sampai hari ini orang-orang condet asli pun tidak tau di mana letak pemakaman Entong Gendut," tegas Reyhan.

Menurut Reyhan dalam beberapa sumber rujukan yang membahas mengenai senjata, Entong dan pengikutnya menggunakan kelewang, yaitu senjata khas yang digunakan oleh marsose pihak kepolisian militer Belanda pada masa itu.

 

Penulis: Puput Oktavianti

Editor  : Shalsa Bila Inez Putri