Hak Mahasiswa Atas Rasa Aman di Unindra

Hak Mahasiswa Atas Rasa Aman di Unindra

Sumber gambar: news.okezone.com

 

LPM Progress—Setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 pasal 30 menjelaskan setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Bentuk pengancaman dapat berupa tindakan kekerasan secara fisik, psikis, dan seksual yang dapat membahayakan badan, nyawa, dan termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya. Lalu, bagaimana cara mendapatkan rasa aman di dalam kampus?

Sumaryoto selaku Rektor Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) mengatakan, cara mendapatkan rasa aman di dalam kampus dapat dilakukan dengan mentaati peraturan dan menerapkan sikap disiplin di kampus. Rasa aman sangat penting bagi keberlangsungan pembelajaran maupun kegiatan di dalam kampus, karena dengan adanya rasa aman, mahasiswa, dosen, maupun pegawai dapat menjalankan tugasnya dengan lancar tanpa mengkhawatirkan keamanan dirinya. Jika mahasiswa, dosen, maupun pegawai yang merasa tidak aman di kampus maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak kampus.

“Jika masih di dalam kampus ada seseorang yang mengancam atau membuat orang merasa tidak nyaman akan menjadi tanggung jawab kampus, dan jika berada di luar kampus tanpa adanya perizinan dari lembaga maka bukan tanggung jawab kampus,” ujar Sumaryoto saat ditemui Tim Progress pada (16/12).

Lebih lanjut Sumaryoto mengatakan bahwa Unindra akan selalu membuat wilayah kampus terasa aman. Pihak lembaga sangat mewadahi ketika ada yang merasa tidak aman di dalam kampus. Maka, jika ada yang merasa terancam harus segera melapor ke pihak lembaga. Hal ini tidak hanya dilakukan saat pembelajaran luring saja, pembelajaran secara daring seperti saat ini juga dapat melapor ketika merasa diancam oleh seseorang di dalam lingkup kampus.

“Mahasiswa melapor ke kemahasiswaan dan dosen atau pegawai melapor ke atasannya,” jelas Sumaryoto.

Selain itu, Sumaryoto juga menjelaskan alur pelaporan ketika ada mahasiswa yang merasa terancam. Pertama, korban dapat melaporkan ke ketua kelas masing-masing. Kedua, ketua kelas melaporkan kasus tersebut kepada Sekretaris Program Studi. Tetapi, jika laporan kasus tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Sekretaris Program Studi maka korban dapat melaporkan ke Ketua Program Studi masing-masing, dan jika masih tidak ditanggapi korban berhak melaporkannya ke Wakil Rektor III dan Rektor.

Sumaryoto berharap karena akan dilaksanakannya sistem hybrid learning pada semester gasal tahun 2022, maka perlu persiapan tentang keamanan untuk menciptakan rasa aman di kampus, seperti protokol kesehatan (prokes) serta sarana prasarana (Sapras) sesuai dengan ketentuan Satgas Covid-19.

 

 

Wartawan: Wahid Abid & Deny Setiawan

Penulis: Intan Yuninda Sari

Editor: Puput Oktavianti