Menguak Kisah Hebat Che Guevarra Melalui Buku "Becoming Che"
Sumber gambar: www.twitter.com/arif_fitra
Judul : Becoming Che
Penulis : Carlos "Calica" Ferre
Penerbit : Gagas Media
Cetakan : Kedua, 2007
Jumlah halaman : 308 halaman
ISBN : 979-780-146-2
Siapa yang tidak mengenal Che Guevarra? Sosok terkenal seantero dunia karena keberaniannya dalam mewujudkan revolusi. Awalnya, dia berjuang di Kuba guna membantu Fidel Castro mewujudkan revolusi di negara itu. Setelah revolusi terwujud di Kuba, ia pergi mencari ranah perjuangan baru dalam mewujudkan revolusi. Namun, siapa sangka, di balik sosoknya yang hebat, terdapat sisi-sisi manusiawi yang dimilikinya. Sisi-sisi inilah yang diungkapkan sahabatnya, Carlos Ferrer.
Buku ini termasuk ke dalam buku biografi. Namun, buku ini lebih mirip diary perjalanan daripada buku biografi. Isi dari buku ini menceritakan tentang masa kecil hingga masa terakhir Calica bersama Ernesto “Che” Guevarra.
Dalam buku yang berjudul Becoming Che dijelaskan bahwa Ernesto dan Calica bersahabat sejak kecil. Mereka tinggal di sebuah daerah di Argentina bernama Alta Gracia. Masa kecil mereka dipenuhi dengan kenangan manis seperti anak-anak pada umumnya, seperti bermain di luar rumah, berkunjung ke rumah teman, sampai berperilaku usil terhadap orang lain.
Kehidupan mereka pun berubah semenjak pindah ke Buenos Aires. Masa-masa kecil yang indah telah ditinggalkan, lalu berganti dengan kehidupan yang memprihatinkan. Kedua orang tua Ernesto dan Calica sama-sama sudah bercerai dan membuat ekonomi keluarga mereka terpuruk. Bedanya, Ernesto memiliki pekerjaan, sedangkan Calica tidak.
Hingga suatu ketika, muncul ajakan dari Ernesto untuk pergi ke Venezuela, negara tersohor karena industri minyaknya. Awalnya, Calica menolak karena studi kedokteran Ernesto yang belum selesai. Pada akhirnya, Ernesto berhasil lulus dan perjalanan pun dimulai dari Buenos Aires pada tahun 1953. Mereka naik kereta dan hendak berangkat menuju Bolivia, negara yang sedang mengalami revolusi pemerintahan pada saat itu.
Revolusi yang terjadi di Bolivia menarik minat Ernesto dan Calica. Mereka mendapat kenangan yang tak terlupakan selama di sana, seperti para penambang yang mengalami perbaikan nasib, bahkan mereka pun dipersenjatai. Sebelumnya, para penambang ini diperlakukan sewenang-wenang saat otoritarianisme terjadi.
Tak hanya revolusi yang menarik hati, Ernesto dan Calica juga bertemu dengan orang-orang Argentina lainnya. Karena merasa akrab, mereka berdua diperlakukan dengan baik, mulai dari diberi makanan, diajak ke pesta, hingga diajak jalan-jalan. Tak hanya itu, mereka juga diajak untuk “nongkrong” di sebuah tempat tersembunyi bernama Galla de Oro. Tempat mereka berkumpul ini biasa digunakan untuk berdiskusi, terutama mengenai politik. Ernesto begitu antusias dan pemikiran politisnya pun semakin terasah.
Selepas dari Bolivia, mereka pergi ke Peru. Negara ini dikunjungi untuk melihat kemegahan Machu Picchu, bangunan suku Maya yang berdiri di atas pegunungan. Ernesto begitu kagum dengan Machu Picchu karena melambangkan kejayaan suku asli yang belum tersentuh bangsa kulit putih. Sekali lagi, pemikiran politiknya kembali muncul.
Sayangnya, kehebatan Machu Picchu ternodai oleh sistem pemerintahan negara tempat bangunan itu berada, Peru. Negara ini sedang dipimpin seorang diktator bernama Jenderal Odria. Akibatnya, kebebasan pun terenggut akibat keamanan yang ketat. Hal itu pula yang dialami Ernesto yang harus merelakan buku-bukunya disita karena dianggap “berbahaya”.
Selanjutnya, mereka pergi menuju Ekuador, negara yang menganut sistem demokrasi. Mereka hendak menuju kota di pinggir laut bernama Guayaquil. Beruntung, mereka bertemu teman lama bernama Rojo yang datang bersama kawan-kawannya bernama Eduardo, Andra, dan Oscar. Mereka berlima pun hidup dalam suka duka layaknya sahabat.
Sampai akhirnya, mereka berencana untuk pergi ke Guatemala. Negara ini sedang mengalami reformasi agraria yang menarik minat penyuka revolusi. Meskipun rencana sudah dibuat, mereka terkendala oleh uang. Guna memuluskan rencana itu, mereka gadaikan barang-barang yang sudah jarang dipakai.
Tiba-tiba, Calica melakukan sesuatu yang berbeda. Dia justru menerima ajakan warga lokal untuk bertanding bola di Quito, ibu kota Ekuador. Keputusannya itu menyebabkan dia berpisah dengan Ernesto dan kawan-kawan lainnya dalam waktu yang sangat lama.
Buku ini berhasil menjelaskan tentang karakter asli Ernesto Guevarra yang mungkin tidak diketahui banyak orang. Seperti yang disinggung di paragraf kedua, Ernesto memiliki sisi-sisi manusiawi dengan karakter yang pemarah, keras kepala, peduli, serta terkadang ceria. Buku ini telah menceritakan semua karakter tersebut melalui berbagai momen yang diceritakan.
Meski memiliki sifat pemarah dan keras kepala, Calica terlihat mampu beradaptasi terhadap sahabatnya itu. Terbukti dari momen-momen ketika Calica hanya bisa manut saat Ernesto mengambil keputusan “nekat”, seperti saat Ernesto meyakinkan bahwa makanan kadaluarsa yang dimilikinya masih aman dikonsumsi. Pada akhirnya, Ernesto tetap sehat.
Tak hanya itu, pemikiran Ernesto mengenai politik dan sosial terlihat semakin terbentuk ketika melakukan perjalanan bersama Calica. Hal itu berkat momen-momen seperti bertemu penambang bersenjata di Bolivia, kunjungannya ke Machu Picchu, kunjungannya ke koloni lepra di Peru, sampai diskusi dengan orang-orang di Galla de Oro. Pemikiran sosial politiknya menjadi bekal untuk menjadi seorang revolusioner.
Semua kisah di buku ini dilengkapi dengan foto-foto saat Ernesto pergi bersama Calica. Sayangnya, sebagian foto terlihat buram sehingga tidak begitu jelas. Saya tidak tahu penyebabnya, mungkin dikarenakan hasil cetakan zaman dulu yang tidak sebagus sekarang atau mungkin cetakan foto yang mesti disesuaikan dengan cetakan buku. Terlepas dari foto yang terlihat buram, buku ini layak dibaca jika ingin menambah wawasan mengenai Che Guevarra beserta pemikirannya.
Penulis : Alfat Eprizal Tanjung
Editor : Najwa Maulidina