Kesejahteraan Para Guru dengan Adanya Kebijakan PPPK
Sumber gambar: Belitong Ekspres.com
LPM Progress - Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK merupakan Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi pemerintah dan ketentuan undang-undang. Jabatan para guru PPPK dengan usia perjanjian kerja atau kontrak hanya satu tahun diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan turunannya pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil serta PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Berbicara soal kesejahteraan guru di Indonesia, Indra Charismiadji selaku Pengamat Pendidikan mengungkapkan bagaimana bisa berbicara mengenai peluang lebih besar atau lebih kecil yang sampai saat ini belum jelas berapa lulusan passing grade dan ribuan orang belum dibayar meski sudah mendapat Surat Keputusan (SK). “Banyak yang belum gajian berbulan-bulan dan nasib mereka tidak jelas, bahkan setelah lulus passing grade. Banyak guru swasta dipecat karena penempatan yang tidak jelas, akhirnya jadi pengangguran,” ujar Indra Charismiadji selaku Pengamat Pendidikan ketika diwawancarai melalui Google Meet (14/4).
Menurut Indra, konsep kebijakan ini tidak jelas ke mana arah dan tujuannya yang justru membuat rugi masyarakat. Banyak orang terdampak dengan gaji tidak dibayar dan daerah yang dipaksa melanggar undang-undang. Dengan memberikan janji di depan publik untuk merekrut satu juta guru. Namun, saat rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementrian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) membantah pernah menjanjikan satu juta guru yang disimpulkan antara fakta dan janji berbeda. Kemendikbud juga tidak memberikan alasan kejelasan terkait memilih antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau PPPK. Imbasnya, apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud di bidang pendidikan dianggap memperburuk tanpa ada dampak mencerdaskan kehidupan bangsa. “Kenapa guru dipecat setelah beberapa bulan tidak digaji di sekolah swasta? Orang yang sudah lulus tes ASN juga tidak jelas nasibnya. Kebijakan yang belum tersistematis membuat guru sulit sejahtera, terlebih jumlah guru Indonesia lebih banyak dibanding siswa,” tutur Indra.
Jika kita sering melihat atau mendengar di berita bahwa Indonesia kekurangan guru, pada nyatanya menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kemendikbud, jumlah guru dengan siswa memiliki rasio 1:13. Sehingga bisa dilihat bahwa jumlah guru di Indonesia sangat banyak. Guru honorer meningkat secara signifikan dari data tahun 1999 hingga 2015 dengan pertumbuhan guru PNS naik 23%. Sedangkan pertumbuhan siswa hanya 17% dan pertumbuhan guru honorer mencapai 86%, maka wajar jika Indonesia memiliki guru yang terlalu banyak.
Jumlah mata pelajaran yang banyak adalah salah satu alasan tingginya angka guru di Indonesia. Berdasarkan pengamatan Indra, ia mengatakan bahwa guru hanya bisa mengajar satu mata pelajaran, sementara anak SMA dan SMP dituntut harus menguasai semua mata pelajaran. Di negara lain memiliki rata-rata 8 hingga 9 atau maksimal 10 mata pelajaran, berbeda dengan Indonesia yang memiliki lebih dari 10 mata pelajaran tetapi hasilnya tidak lebih baik dari negara tersebut atau bahkan lebih buruk. “Jika saya menjadi Mendikbud atau presiden, saya akan membuat rasio guru dan siswa lebih baik untuk memperbaiki situasi,” ujarnya.
Dilansir pada data Bank Dunia menunjukkan guru honorer meningkat karena 17-25% guru PNS bolos dan tidak hadir di sekolah. Menurut Indra, Kemendikbud mengonfirmasi hal ini karena banyak guru PNS yang merupakan suami/istri pejabat mengutamakan urusan kantor pasangan mereka. Hal ini membuat kepala sekolah mencari guru honorer untuk mengisi kekosongan, terutama jika mereka adalah anggota tim kampanye kepala daerah atau memiliki tunjangan profesi guru yang tidak ingin mengajar lebih dari 24 jam. Meskipun jumlah guru secara jumlah terlalu banyak, distribusinya kurang terutama pada daerah terpencil.
Banyak guru SMA dan SMK negeri yang mengantre di kantor bupati dan walikota untuk meminta dipindahkan sebagai guru SMP atau SD karena takut dengan perubahan jumlah rasio antara guru dan siswa itu berdampak pada distribusi. “Guru-guru PNS hitungannya sejahtera kan, tapi apakah dengan 14% selalu membolos itu akan mencerdaskan kehidupan bangsa? Rapikan dulu yang 14% suka membolos ini yang mendingan mundur disuruh mundur. Jangan sampai memang dia kita gaji itu kan uang rakyat tapi dia tidak menjalankan tugasnya sebagai guru tapi merasa dia menjalankan tugas untuk negara," tutur Indra.
Masalah yang cukup kompleks dan perlu diperhatikan lagi dari segala aspek untuk menyejahterakan guru serta diperlukan tata kelola yang lebih baik lagi. Ada kajian dari akademis dan Bank Dunia yang perlu dijadikan acuan untuk mengurangi jumlahnya agar guru bisa sejahtera. Masa depan guru di Indonesia akan sejahtera jika dikelola dengan konsep dan manajemen yang baik serta tanggung jawab dari guru itu sendiri atas profesi yang diembannya.
Penulis: Ariqah Fahira
Wartawan: Ainur Rofiqoh
Editor: Nasya Zahrotunida