Drama Ganti Rugi SPP

Drama Ganti Rugi SPP

Sumber gambar: www.freepik.com

 

Bona senang bisa melihat gedung Universitas Indrakila atau "Kampus Murah Meriah". Saking murahnya, banyak mahasiswanya yang tidak perlu beasiswa. Setelah mendaftar, Bona mendapat jas almamater. Kini, ia resmi menjadi mahasiswa jurusan Pendidikan Ekonomi di kampus tersebut.

Suatu ketika, ia ingin mengetahui tunggakan SPP pertamanya. Tentu Bona berekspektasi bahwa biayanya murah. Seketika, ekspektasinya runtuh.

"Tidak mungkin, masa biayanya Rp5.000.000,- per semester?" ujar Bona.

"Memang segitu, Mas. Ini termurah se-ibukota," ujar petugas bernama Pak Robin.

Bona pun meninggalkan loket dengan kecewa.

"Tunggu, tunggakanmu sudah lunas," panggil Pak Robin.

"Hah, yang benar saja!"

Setelah dicek, ternyata benar tunggakannya sudah lunas. Bona bersyukur atas kejadian hari ini.

Dua hari kemudian, rasa syukur itu lenyap ketika melihat seseorang sedang komplain ke bagian keuangan.

"Pak, kok tunggakan saya masih belum lunas? Padahal saya sudah bayar," ujar Anita. 

"Sebentar,"

"Ternyata salah input. Uangnya malah masuk ke NPM atas nama Bona," kata Pak Robin.

"Bapak bagaimana, sih? Seharusnya, bapak bekerja lebih teliti!"

"Kenapa menyalahkan saya? Saya sudah bekerja dengan cermat. Komputernya yang bermasalah!"

"Kok menyalahkan komputer? Seharusnya, manusia lebih pintar ketimbang komputer. Ya, sudah. Saya panggil polisi untuk memeriksa komputer ini!"

"Oke, siapa takut!"

Besoknya, datang seorang polisi lalu memeriksa komputer Pak Robin. 

"Tidak ditemukan kerusakan di komputer ini," ujar sang polisi.

"Kalau begitu, bapak harus ganti rugi!" Ujar Anita.

"Lah? Saya belum terbukti bersalah, masa sudah diminta ganti rugi," Pak Robin mengelak.

"Bapak terindikasi melakukan kesalahan saat bekerja. Oleh karena itu, bapak harus terima hukumannya," ujar sang polisi.

Mau tidak mau, Pak Robin mengganti rugi dengan sebagian gajinya di rekening.

Secara diam-diam, Bona melihat proses pemeriksaan ini. Dia merasa tidak enak dengan Anita. 

"Tunggu," panggil Bona.

"Ada apa?"

"Saya Bona. Maaf karena uangmu saya gunakan,"

"Tidak apa-apa. Itu bukan kesalahan kamu. Semoga kamu selalu dilindungi Tuhan, ya."

"Aamiin."

Esoknya, Bona menerima ancaman melalui WhatsApp. Nomor tersebut tak dikenal, foto profil pun tidak ada. Isinya menyatakan bahwa Pak Robin hampir bangkrut setelah ganti rugi. Oleh karena itu, Bona diminta untuk mengganti uang Pak Robin atau namanya akan dicoret sebagai mahasiswa aktif.

Hatinya merasa tidak tenang melihat ancaman itu. Bona tidak mau dikeluarkan hanya karena drama tidak jelas. Di sisi lain, ia bingung harus dapat uang dari mana. Semenjak ayahnya meninggal, ia menggantungkan hidup pada ibunya yang memiliki gaji hanya Rp2.500.000,- per bulan.

Tiba-tiba, ibunya kaget karena ada uang masuk dan nama pengirimnya tak dikenal. Kemudian, pesan baru masuk dari nomor tak dikenal.

"Saya yang membantumu. Uangnya dikirim ke rekening ibumu. Sebagai bentuk terima kasih, kamu harus menggantinya Rp8.000.000,-." Begitulah isi pesan tersebut.

Bona dan ibunya lemas karena mereka harus mengembalikan uang sebesar itu. Padahal, uang yang diberikan hanya Rp5.000.000,-. Sungguh manusia tidak punya etika.

Dengan berat hati, uang pemberian sebesar Rp5.000.000,- digunakan untuk ganti rugi. Sementara itu, sisanya sebesar Rp3.000.000,- akan diberikan setelah ibu Bona mendapat pinjaman dari saudaranya.

Esoknya, Bona kuliah seperti biasa. Ia berusaha memendam emosinya supaya ilmu mudah masuk. Saat istirahat, ia tak sengaja bertemu Anita.

"Bona, kau baik-baik saja, kan?" Tanya Anita

"Iya, saya baik-baik saja."

"Tapi, kamu kelihatan lebih murung. Jelaskan padaku."

Ia ceritakan semua yang dialaminya. Meski berat, tetapi Bona tidak mau Anita merasa heran.

"Begini, saya mendapat ancaman dari nomor tak dikenal, kemungkinan dari Pak Robin. Saya diminta untuk mengganti uang beliau atau saya akan dicoret sebagai mahasiswa aktif. Kemudian, bantuan uang datang, tetapi saya mesti ganti sebesar Rp8.000.000,-."

"Kurang ajar, siapa sih dia?"

"Saya nggak tahu. Kalau kamu mau bantu, silakan."

"Oke, saya bantu kamu."

Saat Anita pulang, ia heran dengan sikap ayahnya.

"Pak, kenapa bapak sering main ponsel? Padahal, sebelumnya jarang main ponsel," ujar Anita.

"Bapak sedang mengurus bisnis online," ujar bapaknya.

Merasa tak percaya, Anita langsung merebut ponselnya lalu membuka setiap isi chat.

"Oh, jadi bapak yang memberi uang ke Bona? Bapak tega, ya."

"Bukan begitu, bapak cuma mau membantu mereka."

"Iya, bantu. Bantu menambah beban!"

Anita memanggil polisi. Sesaat kemudian, polisi datang lalu menangkap ayahnya.

Kabar tertangkapnya ayah Anita sampai ke Bona. Merasa kecewa, Bona memutuskan pertemanannya dengan Anita.

Selama satu bulan, Bona tidak bertemu Anita. Bona masih benci, tetapi tidak tahu apa yang dipersiapkan Anita untuknya.

Suatu ketika, ibu Bona melihat saldo rekening. Ia terkejut karena saldonya berjumlah Rp9.000.000,-. Riwayat transfer menyebut bahwa uang tersebut berasal dari Anita.

"Tidak mungkin, buat apa dia memberi uang?" kata Bona setelah ibunya bercerita.

"Entahlah, ibu tidak mau dia berlaku sok baik."

Tiba-tiba, datang chat dari Anita.

"Bona, maafkan saya. Memang itu salah bapak saya. Bapak itu salah satu dosen di kampus kita, hanya beda jurusan. Dia yang mengelola uang tabungan saya, jadi uang 5 juta tersebut merupakan uang saya. Kemudian, bapak saya bersekongkol dengan Pak Robin untuk menjebakmu. Tentu saya kecewa. Jadi, tolong terima uang dari saya sebagai bentuk permintaan maaf. Tak hanya itu, utangmu kepada bapak saya dianggap sudah lunas."

Bona dan ibunya merasa terharu membacanya. Mulai saat itu, Bona mulai memaafkan Anita. Setelahnya, semua biaya kuliah Bona ditanggung oleh Anita.

 

Penulis: Alfat Eprizal Tanjung

Editor: Dwi Kangjeng