Maraknya Kasus Penipuan Melalui Sambungan Telepon

Maraknya Kasus Penipuan Melalui Sambungan Telepon

Sumber gambar: madura.tribunnews.com


Di era digital seperti saat ini, marak terjadi kasus kriminalitas melalui sambungan telepon genggam. Tentunya kejadian ini memakan korban yang tidak sedikit, dikutip dari beritasatu.com jumlah penipuan (scam) melalui telepon pada tahun 2019 sudah meningkat dari 10% menjadi 21%.

Belakangan ini, sekitar beberapa minggu yang lalu telah terjadi kasus penipuan yang dilakukan oleh komplotan tindak kriminalitas, hal ini lantaran pelaku penipuan melalui telepon tidak hanya satu. Kisah ini diangkat berdasarkan kisah nyata dari seorang korban penipuan (scam). Semoga kronologi kejadian ini dapat menjadi perhatian untuk kita, agar lebih berhati-hati lagi dalam melakukan tindakan apapun.

Ya, tindakan penipuan ini terjadi melalui sambungan telepon atas dasar pengakuan bahwa pelaku adalah teman dekat korban. Penipu awalnya mengaku sebagai (A) yang merupakan teman dekat korban yang berinisial (RA) yang menghubungi korban dengan nomor yang tak diketahui.

Awalnya korban tak langsung percaya pada pelaku penipuan tersebut. Namun, kebetulan bahwa suara dan nama pelaku tersebut mirip dengan salah seorang teman korban, akhirnya korban pun percaya. Sang pelaku yang diketahui inisialnya (A) pun meminta tolong agar korban membantunya untuk bebas dari pertanyaan petugas keamanan di sebuah tempat, karena menemukan dompet. Kemudian pelaku memberi telepon tersebut ke seseorang yang mengaku pihak keamanan di sana untuk berkomunikasi dengan (RA).

"Halo, Ibu. Bagaimana, Ibu? Untuk melepaskan teman ibu, kami selaku satpam yang bertugas meminta uang imbalan lah sebagai jaminan agar teman ibu ini kami lepaskan," ujar pelaku lain yang berinisial (ER).

"Gak bisa, Pak. Saya gak punya uang," balas korban.

"Oh, ya sudah. Berarti teman ibu ini tidak bisa saya kasih jalan ya," balasnya.

Korban sempat berpikir sejenak setelah telpon terputus, namun ketika kembali ditelpon oleh (ER), entah apa yang merasuki pikiran korban, ia mengirim uang ke (ER) sesuai yang diminta. Berlanjut dari sana, pelaku (A) menyuruh korban untuk berbicara pada satpam kembali, yaitu (ER). Berbicaralah komplotan pelaku tersebut dengan korban, lalu (ER) mengaku bahwa ada pimpinannya datang, kemudian meminta untuk korban mengirimkan sejumlah uang kembali dengan nominal yang cukup besar pula. Berbicaralah si pimpinan tersebut yang mengaku dari pihak kepolisian.

"Bagaimana, Ibu? Ibu kasih uang pada bawahan saya, tapi saya selaku pimpinan tidak dikasih," ucapnya.

Karena saldo di rekening korban tidak mencukupi, korban pun menolak perintah yang mengaku atasan satpam tersebut. Namun, sang pimpinan satpam yang salah satunya menakuti korban, karena dia mengaku dari pihak kepolisian dan jika korban tidak melakukan transaksi, maka korban diancam untuk diproses oleh pihaknya. 

Transaksi keempat pun dilakukan korban melalui top up aplikasi. Di samping itu, (ER) pun terus mendesak korban untuk meminjam terlebih dahulu pada teman-temannya. Korban pun tak hanya diam, ia sempat beradu argumen dengan pihak pimpinan yang merupakan komplotan pelaku tersebut.

Sontak, korban berargumen dengan sang pimpinan, "Bagaimana ya, Pak? Atas dasar apa saya percaya bahwa bapak setelah ini melepaskan teman saya?" ucap korban.

"Ibu, saya akan lepaskan teman ibu, setelah terakhir ini ibu kirim," balasnya tak mau kalah.

"Pak, tadi bapak minta sekian, kemudian meminta lagi atas dasar pimpinan, ucapan bapak yang apalagi yang saya percaya?" balas korban yang mulai bernada tinggi.

Namun, sang pimpinan dari (ER) membalas percakapan dengan nada memaksa agar korban membantu si (A) agar segera dibebaskan oleh pihak keamanannya. Lebih lanjut, korban dimintai untuk melakukan berbagai cara, seperti transfer melalui BriLink, atau pengisian pulsa. Kronologis terakhir, pelaku memberi keringanan pada korban (RA) agar transfer pulsa sebesar Rp400.000 yang tertuju pada pelaku sebesar Rp200.000 dan tertuju pula pada rekannya dengan nominal yang sama.

Setelah melakukan transaksi pengisian pulsa, korban baru sadar, lalu menghubungi temannya melalui WhatsApp dengan nomor yang tentunya berbeda dengan yang menelpon korban. Ternyata pelaku tersebut bukanlah (A) teman korban yang sebenarnya, karena menurut pengakuan (A) dia sedang di tempat kerja bukan sebuah tempat yang disebutkan oleh pelaku.

Saat itu, korban sudah menyadari bahwa ada tindak kriminalitas atas dasar penipuan. Saat korban menghubungi teman yang sebenarnya, nomor komplotan pelaku tersebut tetap kekeh menelepon korban dengan penasaran untuk mentransfer kekurangan pulsa, yaitu sebesar Rp600.000.

Sejak kronologi ini ditulis, korban sudah menghubungi pihak bank terkait untuk menindaklanjuti kasus kriminalitas tersebut.

Dalam hal ini, kita perlu lebih berhati-hati atas tindak penipuan sambungan telepon yang mengatasnamakan teman, sahabat, keluarga juga orang-orang terdekat yang Anda kenal. Waspadalah ketika ingin mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal, baiknya agar mengecek terlebih dahulu nomor yang menelepon kita. Jangan mengangkat nomor yang tidak dikenal jika memang meragukan.

Penulis : Wandari Azzahra
Editor   : Alif Putra Sadewa