Tarif Cukai Rokok Naik, Tingwe Jadi Solusi Anak Muda
Sumber gambar: bolehmerokok.com
LPM Progress — Rokok "ngelinting dewe (tingwe)" yang dahulu terlihat kuno, kini kembali menjadi tren. Jenis rokok 'handmade' yang berbahan tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering ini tidak lagi hanya digemari oleh orang tua. Banyaknya akun media sosial yang mempublikasikan rokok tingwe pun menjadi daya tarik di kalangan anak muda, terutama mahasiswa. Harganya yang terlampau jauh lebih murah dibandingkan rokok pabrik menjadi salah satu cara alternatif menyiasati kenaikan cukai rokok.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang perubahan kedua atas PMK Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Dalam PMK tersebut, rata-rata kenaikan CHT tahun 2020 sebesar 21,55%. Adapun kenaikan tarif CHT Sigaret Keretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29%, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik sebesar 29,95%, dan Sigaret Keretek Tangan (SKT) naik sebesar 12,84%. Dengan adanya kenaikan cukai hasil tembakau ini, maka harga rokok bisa mencapai Rp35.000,00 per bungkusnya.
“Perbedaan harga ya lumayan cukup jauh. Yang biasanya beli rokok pabrik sehari Rp20.000,00, sehari sebungkus habis. Nah, kalo ngelinting itu, Rp20.000,00 bisa habis tiga sampai empat hari,” ujar Qory, mahasiswa perokok tingwe, (02/02).
Selain harganya yang jauh lebih murah, rokok tingwe juga memiliki sensasi dan seni tersendiri saat melinting dan menghisapnya.
“Ngelinting tembakau itu membangun komunikasi. Pas ngumpul sama teman cenderung pada sibuk main handphone. Tapi, pas ngelinting tembakau, handphone ditaro dan komunikasi terbangun,” ungkap Qory, (02/02).
Tidak jauh berbeda dengan Qory, Aji, seorang pegawai swasta juga mengakui hal yang sama yaitu rokok tingwe memiliki seni tersendiri saat dilinting. Jauh berbeda dengan menggunakan vape yang hanya menghasilkan uap air.
Fenomena tren rokok tingwe ini juga mendatangkan rezeki bagi Arif. Ia adalah pemilik toko Hai Tobacco di daerah Bojonggede, Bogor. Arif baru saja memulai bisnis usaha tembakau ini sejak awal November 2020 lalu.
“Dari teman-teman juga sudah mulai tertarik dengan tembakau. Akhirnya, yaudah buka (toko). Alhamdulillah berjalan lancar, sih. Justru saat pandemi semakin banyak yang beli,” ungkap Arif, (04/02).
Arif berkata bahwa ia dapat meraup untung sebesar Rp700.000,00 hingga Rp1.000.000,00 per harinya. Keuntungan ini ia dapat dari berbagai kalangan pembeli. Kebanyakan konsumennya adalah anak muda berusia 20–30 tahun.
Pada akhirnya, para penikmat rokok tidak kehabisan akal untuk tetap menikmati nikotin kegemarannya. Fenomena ini menjadi jawaban dari naiknya harga cukai rokok yang baru saja diterbitkan pemerintah.
Penulis : Mutiara Puspa Rani
Editor : Alinda Dwi Agustin