Permohonan Maaf LPM Progress Kepada Para Pembaca

Permohonan Maaf LPM Progress Kepada Para Pembaca

Sumber gambar: Dok/LPM Progress/IntanJuniwiranti

 

LPM Progress—Progress sebagai organisasi pers mahasiswa mengecam tegas akan tindakan plagiarisme. Plagiarisme adalah bentuk kejahatan pencurian yang mengambil kekayaan intelegensi milik orang lain dan mengakui hal tersebut sebagai miliknya. Dengan ini, LPM Progress akan menurunkan artikel yang berjudul Perkembangan Kebun Raya dari Masa ke Masa. Hal ini karena artikel tersebut terindikasi melalukan plagiarisme terhadap laman sindonews.com yang berjudul Kebun Raya Bogor, Destinasi Wisata Konservasi Tertua se-Asia Tenggara yang Terus Berevolusi dan reddoorz.com yang berjudul Sejarah dan Fakta Menarik Seputar Kebun Raya Bogor.

Indikasi tindakan plagiarisme ini terdapat di beberapa paragraf, seperti pada paragraf pertama yang berisi “Sebagian besar warga Jabodetabek pasti sudah tidak asing lagi dengan Kebun Raya Bogor. Kebun raya tertua di Asia Tenggara yang didirikan pada abad ke-2 tepat 204 tahun lalu hingga kini masih terus berkembang untuk mempertahankan perlindungannya. Berdasarkan literasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kebun Raya Bogor memiliki lahan seluas 87 hektar yang diperkirakan didirikan oleh Gubernur Jenderal Belanda Godert Alexander Gerard Philip Van der Capellen pada 18 Mei 1817.” Paragraf ini terindikasi serupa dengan paragraf pertama dan kedua yang terdapat di laman sindonews.com, yang berisi “Kebun Raya Bogor (KRB), tempat ini merupakan kebun raya tertua se-Asia Tenggara. Usianya menginjak dua abad tepatnya 204 tahun, KRB terus berevolusi dengan tetap menjaga marwah konservasi. Berdasarkan literasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), usia kebun botani yang memiliki 87 hektare itu dihitung ketika Gubernur Jenderal Belanda, Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen, mendirikannya pada 18 Mei 1817.”

Masih dengan laman yang sama, pada paragraf ke empat yang berisi “Dalam laman itu, juga tercatat, awalnya Kebun Raya Bogor hanya digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan di Hindia Belanda,” sama seperti kalimat terakhir yang tertera di paragraf pertama artikel LPM Progress, “Halaman ini juga menyebutkan bahwa Kebun Raya Bogor pada awalnya hanya digunakan sebagai kebun percobaan untuk menanam tanaman pertanian di Hindia Belanda.”

Pada paragraf kelima, kalimat kedua dalam laman LPM Progress yang berisi “Direktur Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya, National Institute of Innovation Research (BRIN), Sukma Surya Kusumah mengatakan sejak 2018, Kebun Raya Bogor masuk dalam daftar warisan dunia sementara oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO),” penulis melakukan peliputan fiktif seolah-olah penulis melakukan wawancara kepada narasumber padahal penulis hanya menyalin dari laman sindonews.com pada paragraf ketiga yang berisi “Sejak 2018 hingga saat ini Kebun Raya Bogor didorong dan telah masuk dalam daftar sementara warisan dunia atau tentative list UNESCO World Heritage Site.”

Paragraf keenam dalam artikel LPM Progress yang berisi “Dimulai dengan Kebun Raya Bogor, beberapa lembaga ilmiah diciptakan, seperti Perpustakaan Bogoriensis (1842), Kebun Raya Bogoriensis (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Pusat Penelitian Treub (1884), Museum dan Laboratorium Hewan (1894). Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1949, ‘s lands Plantentium te Buitenzorg menjadi Lembaga Pusat Penelitian Alam pertama yang dipimpin oleh Indonesia, Prof. Ir Kusnoto Setyodiwiryo,” serupa dengan paragraf keenam pada laman sindonews.com yang berisi “Berawal dari Kebun Raya Bogor ini maka lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844), Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), dan Museum dan Laboratorium Zoologi (1894).”

Tidak hanya pada kalimat kedua paragraf kelima penulis melakukan peliputan fiktif, penulis juga melakukan hal yang sama pada paragraf tujuh dalam laman LPM Progress yang berisi “'Saat itu, LLPA memiliki enam anak perusahaan: Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Laboratorium Treub, Museum Zoologicum Bogoriensis, dan Laboratorium Kelautan,' kata Sukma Surya Kusumah” seolah-olah menerangkan bahwa penulis benar melakukan wawancara terhadap narasumber. Padahal penulis hanya menyalin dari laman sindonews.com pada paragraf delapan yang berisi “Pada waktu itu, LPPA punya 6 anak lembaga, yaitu Bibliotheca Bogoriensis, Hortus Botanicus Bogoriensis, Herbarium Bogoriensis, Treub Laboratorium, Musium Zoologicum Bogoriensis dan Laboratorium Penyelidikan Laut.”

Pada paragraf kedelapan yang berisi “Kini telah berusia 204 tahun, Kebun Raya Bogor saat ini memiliki koleksi botani kurang lebih 222 suku (famili), 1257 marga, total 3423 spesies, dan 13684 spesimen. Kebun Raya Bogor telah menjadi tujuan wisata, baik wisatawan domestik maupun mancanegara,” penulis kembali melakukan penyalinan pada paragraf sembilan dalam laman sindonews.com “Di usianya sekarang ini, Kebun Raya Bogor yang telah berusia 204 tahun memiliki koleksi tumbuhan sekitar 222 suku (famili), 1.257 Marga, 3.423 jumlah spesies dan 13.684 spesimen, Kebun Raya Bogor telah menjadi tujuan wisata bagi banyak wisatawan Indonesia dan dunia.”

Tak hanya pada paragraf kelima dan ketujuh penulis melakukan peliputan fiktif namun, lagi-lagi penulis juga melakukan hal yang sama pada paragraf sembilan dalam laman LPM Progress “'Jadi Kebun Raya Bogor sekarang ini mendukung lima fungsi, seperti pelestarian alam, penelitian, pendidikan lingkungan, pariwisata dan jasa lingkungan, dan  masih saling terhubung satu dan lainnya,' Ujar Sukma Surya Kusuma ketika ditemui dikantornya (27/12),” kutipan narasumber tersebut ternyata hanya menyalin dalam laman sindonews.com pada paragraf sepuluh yang berisi “Kepala Kantor Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Sukma Surya Kusumah mengatakan saat ini, Kebun Raya menopang lima fungsi terdiri dari konservasi, penelitian, pendidikan lingkungan, wisata dan jasa lingkungan tetap dijalankan yang saling bersinergi satu dengan lainnya.”

Tulisan ini juga terindikasi melakukan plagiarisme dengan laman yang berbeda. Hal ini terlihat dari paragraf keempat dari laman LPM Progress yang berisi “Seperti dikutip dari SejarahBogor.com, Berdasarkan prasasti batu tulis Kebun Raya Bogor merupakan bagian hutan buatan yang sudah ada sejak masa Kerajaan Sunda. Hutan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian alam terutama melestarikan benih kayu yang sudah langka. Setelah Kerajaan Sunda ditaklukan oleh Kerajaan Banten, area hutan mulai terbengkalai. Pada masa kolonial Belanda tepatnya pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles yang tinggal di Istana Bogor tertarik untuk mengembangkan area tersebut menjadi kebun yang cantik. Dia sendiri memang punya minat yang tinggi terhadap botani. Atas bantuan ahli botani bernama W. Kent. Raffles menjadikan area tersebut menjadi halaman serta taman yang cantik untuk Istana Bogor.” Walaupun pada paragraf tersebut penulis mencantumkan sumber dari sejarahbogor.com, namun nyatanya setelah ditelusuri paragraf tersebut serupa dengan laman reddoorz.com yang berisi “Berdasarkan prasasti batu tulis Kebun Raya Batu merupakan bagian hutan buatan yang sudah ada sejak masa Kerajaan Sunda. Hutan ini berfungsi untuk menjaga kelestarian alam terutama melestarikan benih kayu yang sudah langka. Setelah Kerajaan Sunda ditaklukan oleh Kerajaan Banten, area hutan ini terbengkalai. Pada masa kolonial Belanda tepatnya pada awal 1800-an Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles yang tinggal di Istana Bogor tertarik untuk mengembangkan area ini menjadi kebun yang cantik. Dia sendiri memang punya minat yang tinggi terhadap botani. Atas bantuan ahli botani bernama W. Kent, Raffles menjadikan area ini menjadi halaman serta taman yang cantik untuk Istana Bogor.”

Tindakan yang menyalahi kode etik jurnalistik ini jelas merugikan laman-laman yang bersangkutan, LPM Progress itu sendiri, dan para pembaca. Sungguh kami sangat tidak mentolerir tindakan plagiarisme. Kami meminta maaf kepada para pembaca dan kepada pihak-pihak yang dirugikan.

Sebelum melakukan penurunan artikel ini, keredaksian LPM Progress melalui Redaktur Pelaksana mencoba untuk melakukan verifikasi dengan meminta hasil peliputan berupa rekaman ataupun catatan, serta meminta kontak narasumber yang bisa dihubungi. Tetapi peliput yang merupakan penulis artikel ini tidak dapat membuktikan hasil peliputan dan hingga saat ini belum diberikan kontak narasumbernya.

Menindaklanjuti kejahatan yang terjadi, dengan ini kami akan menindak tegas dengan menurunkan artikel tersebut dan akan memberikan sanksi kepada penulis yang bersangkutan. Hal ini karena perbuatan tersebut telah menyalahi Kode Etik Progress selaku organisasi pers mahasiswa dan Kode Etik Jurnalistik. Selanjutnya, kami akan memperbaiki sistem penerbitan kami agar bentuk-bentuk plagiarisme dan kesalahan dalam peliputan tidak terulang kembali.

 

Penulis : Astin Khotimah

Editor   : Andini Dwi Noviyanthi