Pembuangan Karya Mahasiswa DKV, Sekretaris Prodi Angkat Bicara
Ilustrasi oleh Tim Konten LPM Progress
LPM Progress — "Yang jelas karya kita bukan sampah," ujar kekecewaan Dimas Fajar Ramadhan, mahasiswa Desain Komunikasi Visual semester 8 Universitas Indraprasta PGRI, terhadap kebijakan pihak kampus tentang pembuangan karya mahasiswa DKV yang tidak wajar belakangan ini.
Pembuangan karya mahasiswa DKV memang sudah biasa dilakukan oleh pihak kampus setiap tahunnya, namun hanya karya-karya yang sudah rusak dan tak layak simpan. Ini dilakukan untuk mengurangi barang-barang yang sudah tidak terpakai serta menjaga kebersihan dan kerapihan di gedung DKV. Sebelum pembuangan karya, pihak kampus biasanya menunggu selama satu bulan, untuk mahasiswa yang masih mau mengambil hasil karyanya.
Akan tetapi, berbeda dengan yang terjadi baru-baru ini, karya yang masih bagus dan berharga juga ikut terbuang. Ini yang mengakibatkan kekecewaan mahasiswa DKV dengan pihak kampus.
"Meski saya tidak melihat pembuangannya, tetapi saya melihat karya-karya yang masih bagus tersebut sudah ada di tempat sampah belakang gedung DKV," imbuh Dimas.
Tidak hanya masih bagus, namun karya yang sudah di buang oleh pihak kampus adalah karya untuk acara pameran dari Komunitas Lingkup Desain Prodi DKV. Acara ini terhambat karena adanya pandemi Covid 19, sehingga karya-karya dari pameran tersebut diletakkan di bawah tangga gedung DKV.
"Sayang sekali, saya benar-benar melihat karya itu masih bagus, apalagi karya ini dipakai untuk acara pameran, bagaimana acaranya bisa berjalan kalau tidak ada karyanya,” ujar Shela, Koordinator Unit Aktifitas Desain Komunikasi Visual.
Menanggapi hal ini, Pak Ade selaku sekretaris program studi Desain Komunikasi Visual, menjelaskan tentang pembuangan karya yang dilakukan oleh pihak kampus belakangan ini.
"Saat itu, kita baru belajar dua bulan sebelum pandemi, tidak ada perkuliahan tatap muka, semua diliburkan, dari dosen hingga mahasiswanya. Nah, para karyawan mulai masuk di awal Juni, kondisi gedung kampus saat itu sangat berantakan dan kotor, lalu adanya penyemprotan disinfektan di semua gedung, dan kampus mengeluarkan kebijakan untuk merapihkan dan membersihkan gedung, termasuk pembuangan karya tersebut," ujarnya.
Pak Ade juga menjelaskan tentang kurangnya komunikasi antara mahasiswa dengan pihak kampus tentang karya yang sudah tidak terpakai dan karya yang masih ingin dilanjutkan.
"Bagaimana saya mau mengkonfirmasi mengenai karya tersebut masih digunakan atau tidak? Nomor telepon atau kontak WhatsApp pun saya tidak punya dan juga tidak ada pemberitahuan dari mahasiswa terlebih dahulu," imbuh Pak Ade.
Beliau juga menanggapi tentang permintaan mahasiswa perihal tempat khusus untuk karya-karya mahasiswa DKV.
"Di kondisi sekarang ini, belum bisa diadakan tempat atau ruang khusus untuk penyimpanan karya mahasiswa DKV, karena untuk ruang kelas pun masih terbatas," jelasnya.
Namun, mahasiswa DKV masih kecewa dengan tanggapan pihak kampus mengenai tempat atau ruang penyimpanan karya mahasiswa DKV di Unindra yang masih belum ada.
Padahal prodi DKV sudah berakreditasi A dan mahasiswa DKV beranggapan bahwa seharusnya pendidikan tidak bisa disamakan dengan makanan atau barang. Ketika suatu barang atau makanan murah artinya kualitas tersebut rendah.
Masalah ini masih terus ditangani dan akan berujung dengan perencanaan pertemuan perwakilan mahasiswa, antara Unitas DKV dan BEM FBS dengan Kaprodi DKV untuk meminta jalan keluar perihal masalah ini.
"Pastinya kita akan beraudiensi dengan pihak lembaga agar mengetahui detail masalahnya," ujar Shela, Koodinator Unit Aktifitas DKV.
Shela juga akan mengusahakan agar acara pameran Komunitas Lingkup Desain Prodi DKV tetap berjalan dengan membuat karya yang lebih bagus, serta meminta pihak kampus untuk segera merealisasikan fasilitas mengenai ruang penyimpanan karya, agar permasalahan seperti ini tidak terulang kembali.
Penulis : Fitriyatul Hasanah
Editor : Gangsi Suci Rahayu