Peduli Keselamatan Jurnalis, LBH Pers Luncurkan Buku Protokol Keamanan

Peduli Keselamatan Jurnalis, LBH Pers Luncurkan Buku Protokol Keamanan

Sumber gambar: Instagram @lbhpers

 

 

LPM Progress — Meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis menurut Laporan Tahunan 2019 Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) yang berjudul "20 Tahun UU Pers: Menagih Janji Perlindungan", tercatat setidaknya terdapat 79 kasus kekerasan terkait isu kebebasan pers sepanjang tahun 2019. Data ini didukung oleh catatan kasus kekerasan terhadap jurnalis dan pers yang didokumentasikan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) tahun 2019 yang mencatat 53 kasus kekerasan.

Pada tahun 2016 – 2020, jumlah kekerasan terkait kebebasan pers berdasarkan monitoring LBH Pers sebanyak 413 kasus, di mana pada tahun 2020 mencapai 117 kasus. The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) juga mencatat dari Januari – November 2020, kasus yang menimpa masyarakat maupun mahasiswa pada saat peristiwa pembelaan seperti aksi demo sebanyak 189 kasus, dengan korban 789 orang.

Hal ini membuat LBH Pers bersama Kemitraan, atas dukungan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda, mengembangkan protokol keamanan bagi para jurnalis dalam melakukan peliputan terutama dalam isu-isu sensitif seperti: lingkungan; korupsi; impunitas; kebebasan beragama; serta kelompok marjinal dan minoritas, melalui acara Peluncuran "Protokol Keamanan: Dalam Meliput Isu Kejahatan Lingkungan" yang diselenggarakan pada Rabu, 24 Maret 2021, pukul 13.00 – 15.00 WIB.

Menurut Ade Wahyudin selaku Direktur Eksekutif LBH Pers, gagasan pembuatan protokol keamanan ini muncul karena terdapat kesenjangan antara pentingnya peran jurnalis dan risiko yang mengintai. Selain itu, kurangnya kesadaran jurnalis akan protokol keamanan, lemahnya upaya perlindungan jurnalis, dan pihak media pers yang tidak terlalu peduli soal keamanan atau keselamatan jurnalis, di mana itu semua terjadi karena tidak adanya SOP (Standar Operasional Prosedur) yang mengatur hal tersebut.

Protokol keamanan ini disalurkan dalam bentuk buku berupa langkah-langkah yang perlu diperhatikan jurnalis dan perusahaan media saat melakukan peliputan dan menerbitkan hasil kerja mereka.

Di dalam protokol keamanan ini ada beberapa langkah untuk menyiapkan peliputan seperti:

1. Menilai Resiko dan Menyiapkan Rencana Keselamatan

Jurnalis peliput isu lingkungan harus menyiapkan fisik, mental, dan logistik dengan baik di mana dalam persiapan sebelum memulai peliputan, jurnalis perlu mencari informasi sebanyak mungkin mengenai wilayah atau lokasi yang akan didatangi untuk menjaga keselamatan selama peliputan. Jurnalis harus mengidentifikasi cara menyelamatkan diri dan memiliki penghubung di lapangan agar terhindar dari pelecehan.

2. Persiapan Kesehatan

Jurnalis harus memastikan tubuh dalam keadaan sehat ketika akan melakukan peliputan. Jika akan meliput ke daerah yang rawan penularan penyakit jurnalis, perlu merencanakannya dengan baik jauh sebelum hari peliputan.

3. Memeriksa Daftar Peralatan Pribadi yang Akan Diperlukan Selama Peliputan

4. Menyiapkan Dokumen Penting di Tempat yang Terpisah untuk Mengantisipasi Hilangnya Dokumen

5. Pastikan Jurnalis Mendapat Jaminan dari Perusahaan Media, Terutama pada Jurnalis Freelance

 

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat meliput supaya tetap aman, yaitu:

1. Hindari berjalan sendiri dan area dengan penerangan minim;

2. Saat membuat janji dengan narasumber, pilih tempat yang tidak berlokasi di area sepi;

3. Waspadai keadaan sekitar;

4. Usahakan berjalan kaki lebih dekat dengan pejalan kaki lain;

5. Hindari terlihat seperti orang yang tak mengenal lokasi dan kebingungan;

6. Sebaiknya tidak membawa tas jinjing;

7. Selama menjalankan peliputan jurnalis perlu memilih akomodasi yang aman dan nyaman serta selalu berkomunikasi baik dengan narasumber, media yang menugaskan, maupun keluarga.

 

Ketika jurnalis mendapat ancaman atau serangan, jurnalis dapat melaporkannya ke kantor redaksi perusahaan media terkait, komite keselamatan jurnalis, maupun meminta bantuan LBH Pers.

Perusahaan media juga dapat menyediakan safe house atau rumah aman yang regulasinya diatur dalam UU KPK sebagai jaminan keamanan dengan melakukan evakuasi terhadap pelapor maupun mengganti identitas pelapor dengan meminta bantuan pihak kepolisian. Wartawan juga bisa menolak menjadi saksi dikarenakan dalam kode etik jurnalistik terdapat hak tolak, di mana wartawan memiliki hak untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan.

Ade juga mengatakan dalam pembuatan protokol ini berpegang pada satu kredo yaitu “Tidak Ada Jurnalis Seharga Nyawa”. Oleh karena itu, Ade berharap protokol ini dapat memberikan panduan untuk meningkatkan perlindungan terhadap jurnalis.

"Protokol keamanan ini akan menjadi efektif jika pihak media serta para jurnalis sama-sama menjalakannya. Soal keamanan adalah soal di mana tim tersebut menjadi solid, karena perencanaan keamanan dan peliputan tidak dapat dikerjakan sendiri," pungkas Ade.

 

 

Penulis: Intan Yuninda Sari

Editor: Indriana Fazriaty