Nilai "E" Palsu (Part 1)

Nilai "E" Palsu (Part 1)

Sumber gambar:  pixabay.com/id/illustrations

 

Mentari yang cerah menyinari jendela kelasku di Universitas Dimantara. Setelah itu, dosen mata kuliah Fisika Dasar, Bu Cathy, memulai perkuliahan dengan sapaan ramah dan diskusi pun dimulai. Diskusi berlangsung seru karena keaktifan seisi kelas. Setelah diskusi, perkuliahan ditutup dengan pemberian tugas.

Tugas tersebut sudah tersedia di sebuah platform kelas daring, Google Classroom. Setelah platform tersebut diakses, aku terkejut karena batas waktunya yang singkat, yakni 6 jam setelah perkuliahan.

“Di, gimana nih? Masa deadline-nya singkat banget,” ujarku kepada Adi, teman sekelasku.

“Tenang, Reza. Kita hadapi dengan santai,” balas Adi.

“Tapi, kan aku ada kerjaan lain,” ujarku.

“Ya, udah. Kamu atur sendiri waktunya,” balas Adi.

Jawaban itu tidak membantu kesulitanku. Padahal, aku harus merapikan ratusan dokumen kantor setelah perkuliahan ini. Pekerjaaan itu pun belum tentu selesai dalam waktu singkat.

Demi tugas kuliah, aku meminta keringanan kepada atasanku agar pekerjaan itu bisa ditunda. Tetapi, respon dari beliau tidak membuatku lega karena aku harus menyelesaikan pekerjaan tersebut tepat waktu.

Aku pun dilema karena harus memilih antara pekerjaan kantor atau tugas kuliah. Akhirnya, aku memilih merapikan dokumen kantor demi membantu perekonomian keluargaku.

Akibat dari keputusanku, aku tidak dapat mengerjakan tugas dari Bu Cathy.

Pada pertemuan berikutnya, Bu Cathy kembali mengadakan diskusi dan diakhiri dengan pemberian tugas. Namun demikian, aku kembali tidak mengerjakan tugas karena urusan pekerjaan.

Pernah suatu ketika, aku mendapat kesempatan untuk cuti. Kebetulan, waktu cutiku bertepatan dengan jadwal perkuliahan mata kuliah Fisika Dasar. Kesempatan tersebut kumanfaatkan untuk mengerjakan tugas kuliah. Meski begitu, kesempatan cuti yang kudapatkan hanya sekali. Akibatnya, aku kembali tidak mengerjakan tugas kuliah pada pertemuan-pertemuan berikutnya.

Hingga tibalah saat pertemuan terakhir. Bu Cathy memberi tahu bahwa ada beberapa mahasiswa yang nilainya masih kosong, salah satunya adalah aku. Pengumuman itu tidak membuatku terkejut karena tugas-tugasku memang masih banyak yang belum dikerjakan.

Aku pun menemui Bu Cathy di ruang dosen.

“Bu, saya mohon maaf karena sering tidak mengerjakan tugas karena alasan pekerjaan. Oleh karena itu, saya meminta keringanan dari ibu,” kataku dengan nada merendah.

“Seharusnya kamu bisa mengatur waktu antara pekerjaan dengan perkuliahan. Kamu kan sudah dewasa,” ujarnya.

“Ah, nasihat basi!” ucapku dalam hati.

“Baiklah, Bu. Saya mengerti kesalahan saya. Tetapi, apakah ibu mau memberikan keringanan untuk saya?” tanyaku.

“Ya, sudah. Kamu kerjakan semua tugasmu yang masih kosong. Batas waktunya lusa pukul 12.00, ya,” ujar dosen tersebut.

“Baik, Bu. Terima kasih,” ucapku dengan memasang wajah senyum.

Setelah pekerjaan kantorku selesai, aku langsung mengerjakan semua tugas mata kuliah Fisika Dasar yang sempat kutinggalkan sebelumnya. Semua tugas itu kukerjakan sampai waktu menunjukkan pukul 3 pagi. Untung saja, aku bekerja pada siang hari sehingga masih ada waktu untuk beristirahat.

Semua tugas telah kuselesaikan tanpa ditunda. Tak lupa, aku kirim semua hasil tugasku ke Google Classroom. Syukurlah, aku bisa menyelesaikan tugas sebelum batas waktunya.

Setelah beristirahat, aku kembali bekerja seperti biasa. Sehari kemudian, aku teringat bahwa aku belum mengonfirmasi terkait penyelesaian tugas kepada Bu Cathy. Padahal, posisiku sedang berada jauh dari kampus. Akhirnya, aku mengonfirmasi ke dosen tersebut melalui pesan pribadi.

Sialnya, Bu Cathy tidak membalas ­pesan dariku. Aku menduga bahwa bungkamnya beliau sebagai hukuman. Padahal, waktu terkirimnya pesan tersebut menunjukkan pukul 10.00 jadi, seharusnya aku belum dianggap telat.

Tibalah saatnya pengumuman nilai. Pengumuman tersebut diadakan secara daring melalui website milik Universitas Dimantara. Saat kulihat semua nilaiku, aku terkejut ketika melihat nilai mata kuliah Fisika Dasar, yaitu E.

Aku bertanya dalam hati, “Mengapa aku mendapat nilai E? Apakah dugaanku saat itu benar?”

 

Bersambung......

 

Penulis : Alfat Eprizal Tanjung

Editor   : Eka Pramudita