Moescommfest 2024: Membangun Awareness terhadap Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus
Sumber gambar: Dok/LPMProgress/NailaHanin
LPM Progress - Sabtu (31/08), Senat Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) (FIKOM UPDM (B)) berkolaborasi dengan Lembaga Media Publica, menyelenggarakan kegiatan Moescommfest 2024: Nonton dan Diskusi Film bertema "Meneropong Relasi Kuasa dalam Kekerasan Seksual Melalui Film Photocopier".
Kegiatan ini dihadiri oleh peserta dari berbagai universitas, media partner, dan beberapa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Citra Eka Putri dari Satuan Tugas Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (SATGAS PPKS) UPDM (B), Ika Setyowati Sutedjo dari Hope Helps Network, dan Tsaltsa Arsanti dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta.
Kegiatan Moescommfest 2024, dimulai pukul 10.38 WIB oleh Naila selaku Master of Ceremony (MC), kemudian dilanjutkan pemberian sambutan dari Dariska Avilda selaku Ketua Pelaksana dan Gufron Fikri selaku Sekretaris Umum Senat Mahasiswa FIKOM UPDM (B). Acara selanjutnya yaitu menonton bersama film Photocopier pada pukul 10.45 hingga pukul 12.50 WIB.
Film "Photocopier" ini bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Suryani yang mengalami pencabutan beasiswa setelah foto mabuknya di pesta kemenangan bersama klub teater Mata Hari tersebar di internet. Ayah Suryani dengan marah mengusir Suryani setelah mengatakan bahwa Suryani pulang jam 3 pagi dibopong oleh pria yang menggedor semua pintu tetangganya—menciptakan desas-desus tidak baik di lingkungan keluarganya. Suryani yang tidak merasa mengunggah foto-foto tersebut, berusaha untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu dan siapa yang membawanya pulang.
Setelah selesai menonton film, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi bersama para narasumber pada pukul 13.30 mengenai film Photocopier, kekerasan seksual, dan bagaimana peran kuasa dapat menekan korban.
Citra Eka Putri membuka sesi diskusi dengan sosialisasi kepada peserta, khususnya mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Citra menjelaskan bahwa kejadian pelecehan dan kekerasan seksual dan ketimpangan kuasa antara pelaku dengan korban sering terjadi di lingkungan kampus, seperti pelecehan yang dilakukan karyawan atau dosen kepada mahasiswa. Bahkan, laki-laki pun rentan terhadap tuduhan pelecehan seksual.
Citra menyampaikan adanya SATGAS PPKS UPDM (B) ini sebagai langkah penanganan korban atau saksi kasus kekerasan seksual di Kampus UPDM (B). "Bukti konkrit satgas ini sudah berjalan, salah satunya kita mengatur regulasi tentang bimbingan skripsi bahwa bimbingan skripsi tidak boleh dilakukan di luar kampus," ujar Citra.
Ika Setyowati Sutedjo membenarkan bahwa stigma sosial dapat berpengaruh kepada korban kekerasan seksual. Banyak korban kekerasan seksual yang malah dipertanyakan ketika bercerita tentang pelecehan yang dialami. "Kapanpun korban bercerita kepada kita, yang harus kita lakukan pertama adalah percaya. Entah ini benar atau tidak, ujungnya seperti apa, yang penting percaya dulu (kepada korban)," ujar Ika.
Ika menambahkan, jika ingin membantu melapor maka berikan akses kepada korban, tetapi jangan memaksa korban. Kita harus memahami bahwa tidak semua korban kekerasan seksual memiliki resistensi yang sama. Hal yang penting adalah melihat melalui perspektif korban dan menciptakan ruang aman bagi korban.
Tsaltsa Arsanti, turut membahas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang sering digunakan pelaku untuk menuntut balik korban kekerasan seksual. Tsaltsa juga menyebutkan bahwa salah satu perhatian LBH APIK adalah bagaimana mengubah pandangan aparat hukum agar berperspektif korban.
Dengan diadakannya kegiatan Moescommfess 2024 ini, Dariska Avilda selaku Ketua Pelaksana menyampaikan bahwa film dan tema seminar dipilih untuk menciptakan kepekaan atau awareness sebagai mahasiswa dalam menciptakan ruang aman di perguruan tinggi.
Wartawan: Naila Hanin & Ananda Maulana
Penulis: Naila Hanin
Editor: Rahma Alawiyah