Mengawal Kebebasan Pers: Aksi Massa Tolak Revisi UU Penyiaran
Sumber gambar: Dok/LPM Progress/ Valensiya
LPM Progress - Senin (27/5), telah berlangsung aksi Penolakan Undang-Undang (UU) Penyiaran di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Majelis Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-MPR RI), Jakarta. Aksi dimulai dengan melakukan perjalanan dari Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) depan DPR RI, ke arah belokan Televisi Republik Indonesia (TVRI) menuju depan Gedung DPR-MPR RI. Massa aksi terdiri dari koalisi Pers antara lain: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, serta berbagai LPM dari universitas di Jakarta dan sekitarnya.
Adapun tuntutan yang dibawakan pada aksi Penolakan UU Penyiaran ini di antaranya:
1. Batalkan seluruh pasal bermasalah dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran,
2. Lakukan revisi Undang-Undang Penyiaran dengan melibatkan organisasi pers, gabungan pers mahasiswa, dan organisasi pro demokrasi,
3. Pastikan perlindungan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dalam setiap peraturan perundang-undangan.
Dalam aksi demonstrasi yang digelar hari ini, para peserta aksi dengan tegas menolak beberapa pasal dalam Revisi Undang-Undang Penyiaran yang dianggap membahayakan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Selain itu, mereka juga mengenakan pita hitam di lengan mereka, bukan hanya sebagai aksesoris, tetapi terdapat makna mendalam sebagai simbol solidaritas serta duka terhadap kondisi kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia saat ini.
Herik Kurniawan selaku Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) melakukan orasinya pada saat aksi berlangsung, "Saat ini kita sedang kebingungan, mengapa? Karena teknologi informasi membuat siapa saja bisa menyampaikan informasi ke jagat maya Indonesia dan para jurnalis profesional dengan lembaga-lembaga pers berjuang untuk membersihkan langit Indonesia dari kotoran-kotoran informasi yang tidak bermanfaat. Jika pekerjaan jurnalistik itu dilarang maka demokrasi akan lemah."
Selain itu, Herik juga menyampaikan keberatannya terhadap pasal-pasal yang memberikan wewenang berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol konten siaran. Pasal-pasal tersebut dianggap dapat digunakan untuk melakukan sensor dan menghalangi penyampaian informasi secara objektif dan kritis. Selain itu, koalisi juga menolak regulasi ketat terhadap media independen yang dapat mengurangi keberagaman suara serta pasal yang mengatur sanksi berat bagi pelanggaran administratif yang dinilai tidak propesional dan berpotensi menimbulkan efek jera bagi jurnalis.
"Kita tidak berandai-andai UU disahkan, jika memang disahkan emang ada langkah hukum lain tapi lebih baik kita menghentikannya sekarang. Daripada kita membahas kemudian, karena semakin berlarut, itu menunjukkan bahwa ketidakberpihakan kepada publik, kepada Pers dan kepada demokrasi. Kalo misalkan barang (pasal) ini belum masuk kedalam undang-undang," ungkap Bayu selaku Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (Sekjen AJI).
Selain itu, koalisi ini menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera melakukan revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk organisasi pers dan masyarakat sipil. Mereka juga mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia, serta menyerukan kepada seluruh jurnalis, akademisi, aktivis, dan masyarakat luas untuk tetap waspada dan aktif dalam memperjuangkan kebebasan pers.
Saat aksi berjalan, Anggota Komisi I DPR-RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrasi (Nasdem), Muhammad Farhan turun untuk menemui massa dan menyampaikan tanggapan bahwa persoalan disah dan tidak disahkannya UU Penyiaran akan diputuskan oleh badan legislatif. Apabila diberhentikan, maka revisi akan dilanjutkan pada periode berikutnya. Farhan menekankan sebagai warga Indonesia, ia ingin teman-teman media tidak berhenti berjuang dan bersuara menentang penyusupan pasal-pasal yang akan mengekang demokrasi, kebebasan pers, serta kebebasan berpendapat.
Riyas selaku perwakilan dari Forum Pers Mahasiswa Se-Jabodetabek (FPMS) memberikan penjelasan mengenai langkah yang akan dilakukan jika UU Penyiaran ini disahkan. Meskipun belum ada tindakan yang lebih jauh, Riyas memaparkan jika salah satu langkah yang akan dilakukan adalah mencoba melakukan mediasi dengan pihak terkait.
"Jika disahkan, nah kita belum membahas nanti kita ke depannya bagaimana. Mungkin nantinya kita akan mendorong dewan pers untuk melakukan audiensi juga supaya RUU ini tidak disahkan," tutup Riyas.
penulis: Dea Pitriyani
Wartawan: Ade Fathul Mufid
Editor: Rahma Alawiyah