Memasuki Waktu Indonesia Overthinking

Memasuki Waktu Indonesia Overthinking

Ilustrasi oleh Konten Kreatif LPM Progress

 

LPM Progress - Memasuki waktu Indonesia overthinking…

“Umur udah segini, tapi gue kok belum apa-apa ya?”

“Teman sebaya udah pada kerja, ada yang nikah, gue kok masih gini aja ya? Haha-hihi nongkrong sana-sini. Passion sendiri aja enggak tau apa. Atau mungkin gue enggak punya passion?”

“Bisa enggak ya gue bahagiain orang tua? Tapi, sampai sekarang aja gue masih ngerepotin orang tua!”

Ciie yang mulai memikirkan kehidupannya…

Pasti lebih banyak lagi kalimat yang berbeda tetapi terasa sama, yakni sama-sama membuat frustasi. Jika iya, maka selamat! Anda kini berada dalam masa peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal. Hal ini dinamakan Quarter Life Crisis (QLC).

Mengutip dari idntimes.com, menurut Thorscepken dalam penelitian Quarter Life Crisis: Then Unaddressed Phenomenom, quarter life crisis adalah periode ketika seseorang mengalami stres, ketidakstabilan, dan perubahan besar dalam hidupnya.

Menurut peneliti dan pengajar Psikologi dari University of Greenwich, London, Dr. Oliver Robinson, ada empat fase dalam QLC.

Pertama, akan mengalami perasaan terjebak dan frustasi dalam suatu situasi. Ini nih fase yang bikin pengin jadi debu aja, fase yang bikin arrghhhh! Semua orang pasti mengalami ini, tak terkecuali tukang cilok sampai tukang dagang negara.

Kedua, mulai bisa meng-handle pikiran dan mulai menginginkan perubahan. Setelah pikiran yang carut-marut seperti keadaan lalu lintas ibu kota, kita akan bisa mulai menyusun apa-apa yang membuat kita resah. Nah, di sini jawaban bukanlah sebuah penyelesaian dari sebuah soal, melainkan awal mula dari sebuah masalah. Tapi, di fase ini agak menyenangkan dari fase pertama.

Ketiga, fase motivasi berhasil menggerakkan untuk bangkit dari keterpurukan. Meski ada orang yang sudah tidak percaya dengan apa-apa lagi, dan menganggap kata-kata motivasi mungkin seperti sampah, namun lambat laun motivasi yang tidak diterima itu sedikit demi sedikit energi positifnya akan terserap dengan sendirinya. Di fase yang seperti ini biasanya kita akan siap untuk memulai kembali.

Terakhir, berkomitmen untuk bangkit dan belajar dari pengalaman di masa-masa gelap. Setelah tiga fase yang merepotkan, di fase inilah kita menjadi lebih kuat. Dari pengalaman yang sudah-sudah, kita akan lebih bisa membaca jalan dan arah kehidupan, termasuk siap untuk menerima kemungkinan terpahit. Jika sudah ada di fase ini, patutlah berbangga diri.

Dari keempat fase tersebutlah sosok manusia dewasa akan muncul. Dewasa yang seperti apa? Ya hal itu kembali pada diri sendiri yang menentukan.

Biasanya dalam fase peralihan ini kita akan lebih banyak mengeluh. Tetapi ada juga loh manusia yang ragu untuk melakukan kegiatan yang agak menyenangkan ini, hahaha. Ada manusia yang merasa bahwa mengeluh itu seperti sesuatu yang ilegal, karena baginya mengeluh berarti tidak bersyukur. Padahal tidak gitu menurut saya. Jika mengeluh itu diilegalkan seperti ganja, maka apa itu doa? Bukankah doa adalah kesatuan dari keluh, pasrah, dan harap?

Jadi, jangan ragu lagi untuk sambat setelah ini. Wajar kok, kita sedang ada dalam periode Quarter Life Crisis, atau bahasa Indonesianya krisis seperempat hidup, hahaha.

Kalau boleh saran, saat kamu sedang ada di masa seperti ini, beradalah di sekeliling orang-orang yang tidak jenuh untuk mendengarkan dan menyemangatimu. Hal ini sangat membantu loh. Semangat itu penting.

Jadi, selamat menikmati waktu Indonesia overtinking.

 

Penulis  : Astin Kho

Editor    : Andini Dwi Noviyanthi