May Day : Jurnalis juga Buruh
May Day : Jurnalis juga Buruh

May Day : Jurnalis juga Buruh

Oleh : Achmad Rizki Muazam

 

Jakarta, (01/05/2019) sejumlah massa yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Forum Pers Mahasiswa Jakarta (FPMJ) dan rekan-rekan jurnalis lainnya, melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Buruh Internasional. Massa berkumpul sejak pukul 08:00 WIB di depan Dewan Pers lalu bergerak melakukan Long March menuju Istana Negara. Mereka menggunakan berbagai atribut, seperti : poster (yang bertuliskan “PERSMA BUKAN HUMAS KAMPUS”), kentongan, dan spanduk besar yang bertuliskan “JURNALIS JUGA BURUH”.

Dikutip dari LPM Progress, Hari Buruh Internasional pada umumnya dirayakan pada tanggal 1 Mei, yang biasa dikenal dengan sebutan May Day. Sejarah Hari Buruh Internasional tak terlepas dari rentetan perjuangan para buruh atau kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politik dan hak-hak industri. Pada masa revolusi industri, di mana pada saat ini mereka dipaksa untuk bekerja hingga mencapai 16 jam sehari. Bahkan di beberapa tempat, para buruh dipaksa untuk bekerja hingga 20 jam sehari seperti yang pernah terjadi pada pekerja di perusahaan pembuat sepatu Cordwainers, Amerika Serikat pada tahun 1806.

Mereka sebagai jurnalis turut menyatakan diri bahwa jurnalis juga buruh dan turut serta memperingati Hari Buruh Internasional. Dalam aksi ini mereka membawa sejumlah isu yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban jurnalis, ada tiga isu besar yang disoroti yaitu, kekerasan, ancaman kebebasan pers, dan turbulensi industri media.

Dalam beberapa tahun terakhir kekerasan pers semakin marak dan intimidasi sering kali terjadi kepada wartawan. Abdul Manan (Ketua Umum AJI Indonesia), menegaskan “Sebab kita tau kekerasan terhadap wartawan itu adalah akan mengancam tugas wartawan dan akan membuatnya tidak independen, tidak bebas dalam membuat berita. Sehingga dia tidak bisa menjalankan fungsinya sesuai amanat undang-undang yaitu menjadi alat kontrol sosial bagi pemerintah, karena itulah yang menjadi konsen kami pada May Day”. Dikutip dari catatan akhir tahun 2018 AJI, Menurut data statistik Bidang Advokasi AJI Indonesia, setidaknya ada 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Peristiwa yang dikategorikan sebagai kekerasan itu meliputi pengusiran, kekerasan fisik, hingga pemidanaan terkait karya jurnalistik. Jumlah ini lebih banyak dari tahun 2017 sebanyak 60 kasus.

Pada peringatan May Day kali ini AJI Indonesia juga menyoroti kasus intimidasi yang terjadi kepada 18 pengurus Lembaga Pers Mahasiswa Suara USU (Universitas Sumatera Utara). Mereka dipecat oleh Rektor, dari oraganisasinya. Karena memuat cerpen dalam web Suara USU dengan judul “Ketika semua menolak kehadiranku”, cerpen tersebut dianggap mengampanyekan LGBT dan unsur pornografi. Bagi AJI dan FPMJ, isu ini harus tetap diangkat untuk mengingatkan akademisi agar tidak berpikiran konservatif dan alergi kritik serta alergi terhadap perbedaan. Karena sejatinya akademisi diharapkan untuk mendidik generasi muda bangsa Indonesia. “Tatkala mereka berpikiran konservatif, mau jadi seperti apa mahasiswa kita di masa mendatang dan itulah kenapa kita harus mempersoalkan perilaku rektor yang alergi pada kritik dan alergi terhadap perbedaan.” Ujar Abdul Manan saat orasi May Day.

Selain menyoroti kebebasan dan intimidasi, AJI juga menyoroti Turbulensi Industri Media. Pada beberapa tahun belakangan terjadi perubahan yang mendadak di berbagai perusahaan media, hal ini menyebabkan banyak perusahaan media yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak, telat membayar upah karyawan, mencicil upah karyawan, mencicil pesangon PHK, bahkan memecat karyawannya tanpa pesangon sepeserpun. Dikutip dari catatan LBH Pers, selama 2018 LBH Pers telah menangani 11 kasus ketenagakerjaan di tujuh perusahaan media. Dari 11 kasus tersebut, 5 kasus terkait masalah ”senja kala” media cetak, 1 kasus media daring yang tidak mampu bertahan secara bisnis, dan 5 kasus pelanggaran normatif ketenagakerjaan. Jumlah penerima bantuan hukum meliputi 22 jurnalis dan 1 pekerja media.“kita berharap pemerintah, siapapun presidennya akan memberi semangat perubahan baru dalam aspek ketenagakerjaan di sektor media ini.” Ujar Abdul Manan (Ketua Umum AJI Indonesia) saat orasi pada peringatan May Day.