Kuasa Hukum: Ariyanto Adalah Korban Kriminalisasi
Keterangan Foto: Gedung Pengadilan Negeri Kelas IB Kota Bogor, nampak dari depan (dok/pribadi/Azam/20 Januari 2020).
LPM Progress - Senin (20/1), Pengadilan Negeri Kelas IB Kota Bogor menggelar persidangan perkara pidana kasus dugaan pengeroyokan Polantas Polresta Bogor Kota dengan terdakwa Ariyanto (22 tahun). Kasus ini terjadi pada (25/9/2019), Chandra Nelson, Polantas Polresta Bogor Kota, merupakan pelapor sekaligus korban.
Agenda persidangan kali ini mendengarkan keterangan saksi dari Ariyanto, yaitu Ilham dan Yogi. Mereka merupakan teman Ariyanto. Kedua saksi dalam persidangan mengatakan, bahwa mereka berada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) saat kericuhan antara kelompok pelajar dengan polisi. Kata mereka, Ariyanto tidak melakukan pengeroyokan Polantas (Chandra Nelson) pada saat kericuhan, justru terdakwa ditabrak motor patroli Polantas yang mengakibatkan tubuhnya terjatuh.
Menurut Ardin Firanata, S.H, M.H, Kuasa Hukum terdakwa, Ariyanto didakwakan melanggar pasal 170 KUHP dan pasal 212 KUHP.
Pasal 170 KHUP berbunyi, “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”. Sedangkan pasal 212 KUHP menyatakan, "Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan melawan serang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang waktu itu menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat yang bersangkutan sedang membantunya, diancam karena melawan pejabat dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
Menurut Ardin, ada fakta yang sudah terungkap selama persidangan. Yaitu selain Ariyanto dan Gilang terdakwa yang masih di bawah umur, tidak ada lagi terdakwa lain dalam kasus dugaan pengeroyokan tersebut. Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terdapat Daftar Pencarian Orang (DPO) yang diduga terlibat dalam pengeroyokan. Namun Ardin mengatakan bahwa DPO tersebut enggak jelas, karena ia tidak mengetahui identitasnya.
"Kami menyimpulkan bahwa DPO ini enggak tau keberadaannya di mana, entah ada atau enggak, betul atau enggak, yang memiliki kapsitas hanya polisi," ujarnya saat diwawancarai (20/1).
Ardin mengatakan, jika merujuk pada keterangan Gilang sebagai saksi dari pelapor sekaligus terdakwa yang telah dibebaskan karena masih di bawah umur; yang terlibat dalam pengeroyokan berjumlah 50 orang.
Kuasa Hukum Ariyanto berharap kepada Majelis Hakim, dalam memeriksa perkara ini melihat secara kontekstual karena asas hukum pidana Indonesia menganut asas kausalitas atau sebab akibat.
Ardin juga menyebutkan, bahwa secara prosedural hukum acara pidana ia masih percaya kepada majelis yang memeriksa perkara.
"Sejauh ini kami masih yakin, bahwa Ariyanto ini korban dari kriminalisasi," ujarnya.
Reporter: Achmad Rizki Muazam
Penulis: Achmad Rizki Muazam
Editor: Velyda Noer Praniasty