Ketimpangan Dana Perguruan Tinggi Negeri dan Kedinasan

Ketimpangan Dana Perguruan Tinggi Negeri dan Kedinasan

Sumber gambar: Dok/LPM Progress/ Raka

 

LPM Progress - Dilansir dari situs resmi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terkait pengelolaan anggaran pendidikan tinggi. Anggaran untuk sekolah kedinasan pada tahun 2024 tercatat jauh lebih besar dibandingkan dengan perguruan tinggi negeri (PTN). Sekolah kedinasan mendapatkan porsi anggaran sebesar 32 triliun rupiah, sementara PTN hanya menerima sekitar 7 triliun rupiah dari anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN​).

Meskipun PTN memiliki jumlah mahasiswa yang jauh lebih banyak. Keterbatasan dana yang diterima PTN menyebabkan berbagai dampak, salah satunya adalah kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di banyak kampus, termasuk perguruan tinggi berbasis badan hukum (PTN-BH). 

Menurut Cecep Darmawan selaku pakar kebijakan pendidikan, alokasi dana yang ada saat ini merupakan hasil dari redistribusi anggaran yang belum optimal. Dari total anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen APBN, hanya sekitar 15 persen yang sudah masuk ke dana pendidikan. Selain itu besar dana tersebut harus dibagi untuk berbagai kebutuhan, termasuk perguruan tinggi, pendidikan dasar, menengah, dan sektor lainnya. Kondisi ini menyebabkan keterbatasan dana yang diterima PTN, yang pada akhirnya berdampak pada mahasiswa melalui kenaikan UKT.

Cecep juga menjelaskan bahwa PTN-BH sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi kenaikan UKT. UKT mahal bukan karena PTN-BH, melainkan karena pemerintah memberikan dana yang sangat minim kepada perguruan tinggi negeri. PTN-BH sebenarnya dirancang untuk memberikan otonomi kepada perguruan tinggi, termasuk dalam hal pendanaan. Namun, di Indonesia, pengelolaan anggaran PTN-BH masih terikat dengan aturan perundang-undangan tentang keuangan negara, hingga otonomi tersebut belum sepenuhnya terealisasi.

“Naik tidaknya UKT bukan karena PTN-BH tadi ya, tapi satu tergantung pada bantuan pemerintah terhadap anggaran pendidikan di perguruan tingginya. Kedua bagaimana income generatingnya,” jelas Cecep Darmawan saat di wawancarai melalui Gmeet (15/12).

Menurut cecep, idealnya setiap kementerian yang menyelenggarakan institusi pendidikan, termasuk memiliki anggaran pendidikan terpisah dan dikelola secara mandiri. Hal ini penting agar setiap kementerian bertanggung jawab penuh atas pendanaan institusinya tanpa bergantung pada dana yang dialokasikan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan demikian, masing-masing kementerian dapat mendana institusi yang mereka kelola menggunakan anggarannya sendiri.

“Kalau mereka nggak sanggup, ya serahkan perguruan tingginya ke Kementerian Pendidikan, jangan dikelola sendiri,” tegas Cecep Darmawan.

Penataan anggaran yang lebih terstruktur antara pendidikan tinggi dan sekolah kedinasan sangat diperlukan untuk menghindari ketimpangan anggaran seperti yang terjadi saat ini. Dengan pembenahan tersebut, diharapkan sekolah kedinasan dapat mengelola pendanaan secara mandiri, dan pemerintah dapat memastikan pendidikan di perguruan tinggi negeri dan sekolah kedinasan berjalan secara efisien tanpa membebani anggaran pendidikan yang sudah terbatas.

 

Wartawan: Jiddan & Naurah

Penulis: Raka Gemilang

Editor: Naptalia