Disorientasi Dialog Mahasiswa
Disorientasi Dialog Mahasiswa

Disorientasi Dialog Mahasiswa

Dialog Mahasiswa (DM) adalah forum diskusi untuk menampung aspirasi mahasiswa tingkat Universitas, dialog mahasiswa rutin diselenggarakan setiap tahun oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa. Dalam sejarahnya sejak tahun 2016 hingga 2018 DM selalu melibatkan Organisasi Mahasiswa, pihak Rektorat, dan mahasiswa perwakilan dari setiap program studi. Di kesempatan tersebut, Organisasi Mahasiswa dan mahasiswa menyetujui untuk menyalurkan aspirasinya secara langsung kepada Rektor, Wakil Rektor, dan jajarannya. Jadi apa yang telah menjadi keluh kesah mereka (mahasiswa dan Organisasi Mahasiswa) dapat direspon oleh pihak kampus.

Pada Kamis (4/5/2019), Dewan Perwakilan Mahasiswa melaksanakan dialog mahasiswa, namun pada saat ini konsep dari dialog sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yang membedakannya adalah tidak dihadiri oleh perwakilan Rektorat. Dialog mahasiswa hanya dihadiri oleh perwakilan Organisasi Mahasiswa dan beberapa mahasiswa program studi (hal tersebut berdasarkan ART KBM, pasal 50: dialog mahasiswa tidak melibatkan Rektorat hanya melibatkan mahasiswa).

Dari pantauan kami, dialog mahasiswa kali ini dihadiri oleh perwakilan Organisasi Mahasiswa (BEM U, DPM, BEM Fakultas dan UNITAS, serta beberapa UKM) dan mahasiswa program studi Arsitektur (empat orang), mahasiswa program studi Pendidikan Matematika (dua orang).

Dalam pelaksanaannya mahasiswa mengajukan pertanyaan kepada Pimpinan Organisasi Mahasiswa, pertanyaan yang diajukan mengenai organisasi dan lain sebagainya. Selain bertanya langsung, panitia telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi aspirasi mahasiswa, aspirasi ini telah dikumpulkan melalui Kotak Aspirasi Mahasiswa Umum (KAMU).

Selama acara berlangsung, pertanyaan-pertanyaan yang terlontar hanya sebatas pertanyaan Organisasi Mahasiswa, bahkan pertanyaan yang diajukan pun dari anggota Organisasi Mahasiswa tersebut.
 

Seberapa efektif dialog mahasiswa, bagi mahasiswa?

Menurut pantauan Kemajuan LPM, dialog yang melibatkan mahasiswa terdiri dari 99% yang diundang dari Organisasi Mahasiswa yang terdiri dari (Ketua Umum atau pengurus) dan 1% perwakilan mahasiswa program studi yang terdiri dari (Arsitektur: empat orang dan Pendidikan Matematika: dua orang).

Dari data di atas menunjukkan dialog mahasiswa jauh dari kata mahasiswa itu sendiri, karena hanya 1% mahasiswa yang terlibat di dalamnya. Bagaimana mungkin suatu kegiatan yang melibatkan aspirasi pelajar tetapi hanya 1% pelajar yang terlibat di dalamnya.

Dialog mahasiswa pada saat penyaluran aspirasi awalnya dibuka dengan DPM memaparkan aspirasi mahasiswa yang telah ditampung melalui Kotak Aspirasi Mahasiswa Umum (KAMU). Setelah itu mempersilakan mahasiswa yang hadir dalam dialog mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya.

Kedua, Pimpinan Organisasi Mahasiswa menyetujui menjawab aspirasi yang telah ditampung. Terakhir, hasil dari aspirasi yang telah ditampung dalam dialog mahasiswa lalu disampaikan kepada pihak Rektorat melalui rapat koordinasi Organisasi Mahasiswa yang diwakili oleh (Ketua BEM U, DPM, dan Ketua Organisasi Mahasiswa lain) .

Hal ini terkesan membuang-buang waktu dan tidak efektif karena apa yang harus menjadi aspirasi mahasiswa tidak dapat langsung diproses oleh Rektorat, serta harus melalui pertemuan koordinasi sebelum dapat dilakukan oleh Rektorat. Padahal Dewan Perwakilan Mahasiswa sudah memiliki program kerja Kotak Aspirasi Mahasiswa Umum (KAMU). Mahasiswa bisa menyalurkan aspirasinya melalui kotak aspirasi yang tersedia di 19 titik di kampus A dan kampus B Unindra.

Sementara program kerja ini dapat lebih termaksimalkan lagi, jadi tidak perlu lagi dialog mahasiswa. Karena sejatinya interaksi penyaluran aspirasi antara dialog mahasiswa dengan KAMU (Kotak Aspirasi Mahasiswa Umum) sama saja. Antara dialog siswa dan Kotak Aspirasi Mahasiswa memiliki dukungan dalam birokrasi penyaluran aspirasinya.

Dialog mahasiswa kali ini menolak orientasinya, sistem penyaluran aspirasi yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Mahasiswa menjadi tupang tindih antara satu dan yang lainnya. Cenderung membuat birokrasi baru dalam menyampaikan aspirasi. Dalam upaya menyampaikan aspirasi, Dewan Perwakilan Mahasiswa harus bisa memangkas birokrasi penyaluran yang lebih efektif sehingga tidak perlu membuang-buang waktu.