Diduga Ada Pelanggaran HAM pada Demo Tolak Omnibus Law, Tim Advokasi Lapor Komnas HAM

Diduga Ada Pelanggaran HAM pada Demo Tolak Omnibus Law, Tim Advokasi Lapor Komnas HAM

Sumber gambar: Freepik.com

 

LPM Progress - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) yang merupakan tim pendamping hukum pada aksi "Tolak Omnibus Law", hari ini (18/8) mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) di Jalan Latuharhari No.4b, Jakarta Pusat. Tim yang terdiri dari beberapa elemen masyarakat sipil ini, melaporkan adanya dugaan tindakan pelanggaran HAM saat aksi demonstrasi "Tolak Omnibus Law" pada 14 - 17 Agustus lalu. 

Tim menilai ada pelanggaran sebelum aksi, saat aksi, dan setelah aksi. Di mana sebelum aksi terjadi intimidasi secara lisan dari pejabat setempat (Ketua RT, RW, Babinsa, dsb.) ke beberapa sekretariat buruh sehingga serikat harus melakukan negosiasi dengan para pejabat. Selain itu juga ada pengancaman oleh perusahaan kepada buruh yang ikut aksi dengan alasan Covid-19. Di mana buruh yang ikut aksi harus melakukan tes Covid-19 sendiri pascaaksi dan tidak boleh masuk bekerja selama 14 hari. Hal tersebut terjadi di Bekasi, Subang, Tangerang, dan Jakarta.

Berdasarkan siaran pers TAUD dijelaskan bahwa pada saat aksi terjadi penghadangan dan pencegahan peserta aksi dari tempat keberangkatan di beberapa wilayah. Hal serupa dilakukan pihak rektorat dan polisi kepada mahasiswa di dua kampus di wilayah Banten sehingga para mahasiswa tidak dapat berangkat ke Jakarta. Selain itu, beberapa mahasiswa mengalami pencegatan di titik kumpul di wilayah Tangerang oleh Polisi. Beberapa juga dicegat di transportasi umum dan mengalami penyitaan handphone. Juga terjadi penangkapan tanpa ada alasan yang jelas terhadap peserta aksi di sekitar lokasi aksi.

Aprilia, salah satu anggota Tim Advokasi untuk Demokrasi dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan bahwa terdapat 188 orang yang ditangkap dan dibawa ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa lebih lanjut.

“Dari 188 yang ditangkap, masih ada 5 yang ditahan dan jadi tersangka. Sisanya sudah bebas,” ujar Aprilia, saat dihubungi, Selasa (18/8).

Sementara pada pascaaksi, terdapat tindakan balasan dari perusahaan karena tidak memenuhi larangan aksi berupa pemasangan police line di sekretariat Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) di salah satu pabrik di daerah Cimahi. Juga penetapan tersangka tanpa bukti yang cukup dan melanggar prosedur utamanya yang diduga bagian dari Anarko. Ada pula penyesatan informasi dari dan kepada beberapa lembaga negara bahwa aksi rusuh. Salah satu peserta berusia anak diproses tanpa memperhatikan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum. Terjadi pula penghalang-halangan pendamping dalam berbagai bentuknya. Juga ada keluarga korban yang tidak dapat bertemu meski telah lama menunggu. Ditemukan pemeriksaan urine tanpa ada indikasi apapun, diduga pemeriksaan acak ini dijadikan sarana mengkriminalkan peserta aksi.

Dalam membantu penanganan HAM dalam aksi 'Tolak Omnibus Law" TAUD didampingi oleh beberapa pendamping hukum seperti, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers, Kontras, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Muhammadiyah, LBH Ansor, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), dan beberapa pengacara individu. Aprilia menjelaskan bahwa pengaduan yang dilakukan oleh TAUD dan tim pendamping hukum yang terdiri dari beberapa elemen masyarakat sipil hari ini diterima oleh Komnas HAM.

“Hasil pengaduannya Komnas HAM menerima laporan dan akan melakukan fungsi pemantauan sesuai pasal 76 UU HAM. Ada beberapa hal yang akan dilakukan ke depan,” tegasnya.

Untuk beberapa hal yang akan dilakukan ke depannya, April menjelaskan bahwa saat ini tidak dapat memberitahu secara detail tapi yang pasti akan segera memanggil Kapolda untuk dimintai keterangan khususnya penangkapan pada 14 Agustus kemarin. 

 

Penulis: Andini Dwi Noviyanthi

Editor  : Muftihah Rahmah