Ayo Naik Angkutan Umum! Agar Udara Jakarta Bersih Kembali
Akhir-akhir ini, sempat tersiar kabar bahwa kondisi udara di Jakarta menjadi yang terburuk di dunia. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya kendaraan bermotor yang ada di jalan-jalan di ibu kota Indonesia ini. Namun, permasalahan ini akan dapat diatasi jika masyarakat Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) dapat beralih ke kendaraan publik yang kian hari semakin maju.
Berdasarkan data dari AirVisual yang dikutip dari laman News.detik.com, Minggu (18/8/2019), tingkat polusi di Jakarta mencapai tingkatan sangat buruk, yaitu 172. Angka tersebut menjadikan ibu kota Indonesia menempati posisi pertama kota paling berpolusi di dunia versi AirVisual. Akibatnya, penyakit pun menyebar seiring merebaknya asap kotor yang ditimbulkan.
Adapun penyakit yang berhubungan dengan polusi udara di Jakarta di antaranya : penyakit asma yang kambuh dengan presentase jumlah penderita sebesar 52,7 persen; kemudian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) balita sebesar 5,4 persen; stroke sebesar 12,2 persen; diabetes melitus sebesar 3,4 persen; dan ISPA sebesar 2,7 persen; sisanya pneumonia, pneumonia balita, asma, kanker, dan jantung. Data terakhir tersebut dikutip dari laman Suara.com, Rabu (31/7/2019) berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.
Alasan kenapa asap kendaraan bermotor menjadi penyebab utama polusi udara di Jakarta ialah dengan adanya data yang dirilis oleh Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) yang dikutip dalam Nationalgeographic.grid.id, Senin (29/7/2019). Data tersebut mengatakan bahwa penyumbang Particulate Matter (PM) 10—partikel kecil udara yang mampu menembus saluran pernapasan--terbesar adalah kendaraan bermotor, yaitu mencapai angka 47 persen.
Maka dari itu, salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan beralih menggunakan kendaraan publik. Namun hal itu terasa sulit mengingat beberapa jenis moda angkutan umum yang ada di Jakarta dianggap kurang memadai kebutuhan para warganya.
Dan ada pula hal yang menjadi penyebabnya misalnya, sopir yang mengemudi secara tidak teratur atau ugal-ugalan, seringnya terjadi aksi-aksi kriminal seperti pencopetan, adanya pengemis dan pedagang yang mengganggu suasana, udara yang pengap, berhenti di tempat yang tidak semestinya, sopir yang melaju kencang karena mengejar setoran, serta sampah-sampah di dalam kendaraan yang berserakan.
Secara perlahan namun pasti, kini angkutan umum di Jakarta telah mengalami perubahan. Contohnya dengan keadaan Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek saat ini. Dulu, kondisi KRL tampak kurang nyaman dengan adanya pengamen dan pedagang yang mondar-mandir serta udara yang pengap. Namun, kondisi tersebut sudah berbanding terbalik dengan terpasangnya AC di setiap gerbong dan ditegakkannya aturan-aturan tata tertib penumpang dalam menggunakan KRL sehingga minim bahkan tidak ada lagi gangguan-gangguan yang tidak diinginkan.
Meskipun kenyamanan dan ketertiban yang diberikan sama seperti KRL, transportasi umum lainnya juga mempunyai nilai lebih dibandingkan KRL. Misalnya dengan adanya alat-alat detektor di stasiun Lintas Raya Terpadu (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT) guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan serta terdapatnya CCTV di dalam halte Transjakarta, di dalam stasiun-stasiun MRT dan LRT, serta di dalam kereta MRT.
Tak hanya itu, sumber daya manusia yang menjadi operator pun turut ditingkatkan, seperti supir Transjakarta yang terus diberi pelatihan agar dapat meningkatkan profesionalitasnya.
Semua moda angkutan tersebut dapat dinikmati dengan harga terjangkau. Seperti harga tiket Transjakarta seharga Rp3.500 untuk semua rute; tiket LRT sebesar Rp5.000; harga tiket KRL yang memiliki rentang antara Rp3.000 sampai Rp6.000 yang dihitung sesuai jarak yang ditempuh; harga tiket MRT sebesar Rp4.000 hingga Rp14.000 yang juga dihitung berdasarkan jarak. Semua harga tiket tersebut dipatok dengan harga murah, dikarenakan pemerintah telah mensubsidi harga tiket sebagai pancingan kepada masyarakat agar beralih menggunakan angkutan umum.
Melihat data serta fakta di atas, semestinya tidak ada alasan lagi untuk tidak menggunakan transportasi umum. Dan peralihan dari angkutan pribadi ke angkutan umum ini merupakan solusi yang paling ampuh. Karena menurut Ahmad Saifudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) dalam Detik.com, Senin (29/7/2019), tingkat polusi udara di Jakarta bisa ditekan dari 50-90 persen dengan langkah ini.
Penulis : Alfat Tanjung
Editor : Nurulita