1 Tahun Pemberedelan LPM Lintas: Melihat Bagaimana Masa Depan Pers Mahasiswa

1 Tahun Pemberedelan LPM Lintas: Melihat Bagaimana Masa Depan Pers Mahasiswa

Sumber gambar: Instagram Lintasdotcom

 

LPM Progress - Jumat (17/3), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) Jakarta mengadakan sesi diskusi dengan topik “1 Tahun Pembredelan Lintas”. Diskusi ini diikuti oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan Pers. Diskusi ini dilatarbelakangi pada kasus pembredelan LPM Lintas oleh pihak kampus Institut Agama Islam Negeri Ambon (IAIN Ambon) karena terbitan mereka yang berjudul “IAIN Ambon Rawan Pelecehan” pada tahun 2022 lalu, di mana pada akhirnya berbuntut pada pembekuan LPM Lintas lewat Surat Keputusan ( SK ) Rektor No.92 yang dikeluarkan oleh pihak kampus. 

Yolanda Agne selaku Pemimpin Redaksi LPM Lintas bercerita bagaimana ketika awak redaksi dari LPM Lintas mendapatkan kriminalisasi dari pihak yang merasa tertampilkan atas terbitnya majalah mereka, yang mana pelaku pemukulan juga merupakan mahasiswa dari IAIN Ambon. Namun, pihak kampus tidak memberikan sanksi kepada pelaku. "Sebelum terjadi pemberedelan, dua anggota LPM Lintas dipukul oleh salah satu pihak keluarga dari narasumber yang tidak senang namanya ditulis di majalah dan kampus tidak mencetak gol atas pemukulan ini," ucapnya.

Dirinya menyesal atas perlakuan pihak kampus yang justru menjegal proses studi para anggota LPM Lintas yang tergabung dalam Tim Advokasi atas beberapa kasus kriminalisasi yang mereka dapatkan pasca terbitnya majalah tersebut. “Sampai saat ini anggota yang masih ikut advokasi di LPM Lintas itu akademiknya dijegal sama pihak kampus. Beberapa kali juga saya dipanggil pihak kampus diminta pilih, masih mau pilih advokasi atau tetap kuliah,” ujarnya. 

Yolanda Agne juga menceritakan bagaimana perjuangan teman-teman LPM Lintas untuk melaporkan kasus ini kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) atas beberapa bukti pelanggaran HAM yang telah dilakukan oleh pihak kampus. Hal ini berbuah pada kesimpulan Komnas HAM bahwa pihak kampus telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap karya jurnalistik LPM Lintas, dan juga ditemukannya tindakan sewenang-wenang pihak kampus terhadap hak atas pendidikan karena telah memberhentikan studi para anggota LPM Lintas tanpa memiliki alasan yang jelas.

“Kita setahun ini memberikan laporan kepada Komnas HAM terkait pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pihak kampus dan pihak kampus juga sudah terbukti melanggar hak asasi manusia,” pungkasnya. 

Gema Gita Persada selaku Pengacara Publik LBH Pers juga sebagai orang yang mendampingi advokasi LPM Lintas turut memberikan komentarnya, dirinya menilai pembredelan (pembekuan) yang dilakukan oleh pihak kampus terhadap LPM Lintas tidak memiliki dasar hukum yang jelas. 

“Di dalam (SK) tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas, yang mereka (pihak kampus) dalihkan pada saat itu bahwa apa yang dilakukan LPM Lintas ini tidak sesuai dengan visi dan misi kampus, di mana visi dan misi itu seharusnya tidak dapat dijadikan landasan untuk melakukan pembekuan,” ucapnya. 

Dirinya juga merasa bahwa sepatutnya pihak kampus berkolaborasi dengan LPM Lintas karena telah mengungkap kasus kekerasan seksual. Berbagai upaya telah ditempuh oleh LBH Pers bersama LPM Lintas untuk mengadvokasi kasus ini, beberapa di antaranya seperti mengirimkan surat terbuka kepada Rektor IAIN Ambon, mengajukan permohonan penghakiman karya jurnalistik ke Dewan Pers, membuat aduan kepada Direktur Pendidikan Tinggi Islam, mengajukan gugatan kepada Ombudsman Republik Indonesia dan mengajukan klaim pembatalan SK pembekuan LPM Lintas karena tidak memiliki dasar hukum yang sah.

Dian Andi selaku perwakilan Dewan Pers menjelaskan bagaimana posisi sebenarnya pers mahasiswa, dirinya berucap bahwasanya pers mahasiswa juga memiliki peran penting sebagai pengemban hak publik seperti hak atas informasi dan juga merupakan kontrol media sosial kampus dan masyarakat. Ia juga memaparkan masalah yang sering dialami oleh pers mahasiswa, menurutnya hal ini dikarenakan ketidaksediaan alat mekanisme penyelesaian dipihak kampus. “Misalnya ada pihak-pihak yang diberitakan oleh pemberitaan persma itu yang pada umumnya memiliki hak jawab, hak koreksi dan lain sebagainya, itu mekanisme di kampus tidak ada,” ujarnya.

Dian Andi juga menjawab pertanyaan besar yang seringkali dihadapi oleh pers mahasiswa tentang kepastian payung hukum yang seringkali dipertanyakan. “Kita kan inginnya dari kebebasan berekspresi dan berpendapat dari teman-teman (pers mahasiswa) itu tidak mengalami gangguan. Jika ingin menggunakan Undang-Undang (UU) Pers, harus menggunakan standar yang sama dengan sebuah perusahaan media. Jika tidak, harus dibuat penyusunan rumusan perlindungan bersama para pemangku kepentingan yang juga memiliki kekhawatiran yang sama tentang perlindungan terhadap pers mahasiswa,” ucapnya. 

Dhia Ayu selaku anggota dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) juga turut memberikan pernyataannya bahwa kejadian seperti yang dialami oleh Persma Lintas juga banyak terjadi di tempat lain. Dirinya juga menilai bahwa intervensi kekuasaan yang masuk ke dalam lingkungan kampus dapat menyebabkan hal serupa akan terjadi lagi. 

“Ada situasi yang akan terus berulang di tahun-tahun berikutnya, mengingat kebebasan akademik di kampus yang semakin menipis kemudian intervensi kekuatan yang masuk ke dalam kampus akan membuat hal serupa terjadi di tahun-tahun berikutnya,” ujarnya.

 

Penulis: Malaika Putra Aryanto 
Editor: Naptalia